WahanaNews.co | Perwakilan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) turut mengecam kasus dugaan penyelewengan donasi yang dilakukan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
PKB mengingatkan yayasan-yayasan sejenis ACT agar tak main-main dalam mengelola donasi atau sumbangan dari masyarakat.
Baca Juga:
Eks Presiden ACT Mohon Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Ini Alasannya
"Dari awal pengumpulan, pengelolaan hingga penggunaan dana, itu seyogianya ACT menghitung betul agar pemanfaatan dana tersebut dirasakan masyarakat yang sangat membutuhkan," kata Ketua DPP PKB Ahmad Iman Sukri dalam keterangannya, Kamis (7/7/2022).
Iman juga menyesalkan saat mengetahui bahwa gaji para pejabat ACT mencapai ratusan juga per bulan.
Menurutnya, sebagai lembaga sosial, ACT seharusnya tidak memanjakan para pejabatnya dengan gaji fantastis dan fasilitas mewah.
Baca Juga:
Ini Tujuan ACT Alirkan Dana Rp 10 Miliar ke Koperasi Syariah 212
"Sebagai lembaga sosial, terlalu berlebihan gaji para pejabatnya mencapai ratusan juta per bulan. Jika lembaga tersebut dibangun untuk membantu sosial-kemanusiaan, mestinya memperbanyak bantuan kepada masyarakat, terutama yang terdampak bencana," tegasnya.
Iman mengimbau lembaga serupa agar lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang dikumpulkan dari para dermawan untuk bantuan kemanusiaan.
"Kami berharap semua lembaga sosial serupa agar lebih berhati-hati dalam mengelola dana umat. Jangan sampai bantuan sosial yang menjadi misi lembaga sejenis ACT ini hanya menjadi simbol belaka, dan hanya untuk memancing para donatur," kata Iman.
"Karena sumbangan itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan oleh pengelola untuk sebanyak-banyaknya membantu masyarakat," pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus dugaan penyelewengan donasi ini membuat ACT kehilangan izin pengumpulan uang dan barang (PUB) dari Kemensos.
ACT sempat mempertanyakan pencabutan izin PUB tersebut. Namun Kemensos menekankan bahwa mereka tak akan mencabut izin PUB ACT jika tak ada pelanggaran.
"Waktu itu Kemensos sudah menyampaikan bahwa sesuai aturan itu sebesar-besarnya 10 persen. Tentunya di sini adalah pelanggaran. Berdasarkan itu, tim Kemensos sudah melakukan penelitian, penelaahan dan merekomendasikan untuk pencabutan. Pencabutan ini agar pengumpulan uang dan barang ini dihentikan sampai ada audit," ujar Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial Kemensos Raden Rasman dilansir dari Detikcom, Kamis (7/7).
"Apabila mereka minta pencabutan tentunya ini kan dana ini akan terus mengalir, terus masuk, itu akan sulit nanti diauditnya. Ini kan harus ada pembuktian oleh audit, apakah betul dana itu yang diakui, kan rata-rata 13,7 persen. Apakah betul setelah audit itu, mungkin bisa lebih atau bisa kurang," imbuhnya. [rin]