WahanaNews.co | Sidang perdana dugaan penyelewengan dana sosial oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) digelar PN Jakarta Selatan, dengan terdakwa Ahyudin. Ada fakta baru yang diungkap jaksa penuntut umum (JPU).
Yakni, adanya intervensi, 'memaksa' atau mengintimidasi ahli waris atau keluarga korban Lion Air JT610 untuk merekomendasikan ACT yang mengelola dana bantuan dari Boeing. Diketahui, Boeing memberikan dana melalui Boeing Community Investment Fund (BCIF).
Baca Juga:
Eks Presiden ACT Mohon Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Ini Alasannya
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, intervensi ACT tergambar saat menghubungi keluarga korban agar menyetujui/merekomendasikan dana sosial/BCIF.
"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban agar menyetujui/ merekomendasikan dana sosial/BCIF akan digunakan untuk pembangunan fasilitas sosial yang direkomendasikan dari pihak Yayasan ACT," kata jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaan saat sidang Pengadilan Negeri (PM) Jakarta Selatan, Selasa (15/11).
Menurut jaksa, terdapat 68 ahli waris yang merekomendasikan ACT mengelola dana dari Boeing untuk pembangunan fasilitas sosial berupa sarana pendidikan dengan total 68 proyek dengan total setiap proyek sebesar USD144.500.
Baca Juga:
Ini Tujuan ACT Alirkan Dana Rp 10 Miliar ke Koperasi Syariah 212
Pada perjalanannya, ACT tetap meminta keluarga korban meneken dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan yang harus dikirim melalui email ke Boeing.
"Agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak Yayasan ACT dan dapat dikelola oleh Yayasan ACT untuk pembangunan fasilitas sosial," ujar jaksa.
Yayasan ACT, kata jaksa, juga memberi petunjuk kepada keluarga korban untuk mengisi formulir yang akan dikirim ke email Boeing tersebut. Format formulir juga disediakan oleh pihak Yayasan ACT.