“Harus diikuti sosialisasi, pelatihan untuk guru-guru, apa sih penalaran itu, seperti apa pembelajaran berbasis nalar. Tidak semua guru memahami itu karena kapasitas mereka berbeda-beda,” kata Jejen.
Namun, Jejen dan Itje sepakat bahwa kemampuan bernalar dan berpikir kritis harus menjadi target utama pembelajaran di era saat ini.
Baca Juga:
Kemendikbudristek: Jalur Mandiri Tetap Ada Karena Amanat UU
Dalam rapat kerja dengan Komisi X bidang pendidikan DPR pada Kamis (8/9), Nadiem mengatakan perubahan pola itu justru mendorong sekolah-sekolah untuk bisa mengajar secara leluasa dan mendalam. Para guru dan siswa tidak lagi dibebani oleh padatnya materi pembelajaran.
Dengan demikian, siswa tidak perlu mengikuti sesi tambahan pada lembaga-lembaga bimbingan belajar, yang membebani secara finansial, demi lebih memahami materi belajar.
“Kita ingin mengubah fokus dari penghafalan ke penalaran, dan membuat suatu tes yang jauh lebih inklusif, memberi kesempatan sebesar-besarnya untuk punya kesempatan yang sama masuk ke PTN,” kata Nadiem.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Apresiasi Tokoh & Tenaga Pemugar Candi Borobudur
Seperti apa perubahan pola seleksinya?
Terdapat tiga jalur seleksi masuk PTN, yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes, dan seleksi secara mandiri oleh perguruan tinggi.
Untuk jalur prestasi atau yang lebih dikenal dengan istilah SNMPTN, Nadiem mengatakan tidak akan membedakan calon mahasiswa berdasarkan jurusannya di pendidikan menengah.