Sedangkan di era dengan kemudahan informasi seperti sekarang, Itje mengatakan kemampuan seseorang tidak bisa lagi diukur hanya dengan jumlah materi dan pengetahuan yang dikuasai, namun juga bagaimana dia memecahkan persoalan lewat kemampuan bernalar yang kritis.
Metode pembelajaran yang berbasis nalar, kata dia, juga akan lebih berpihak pada anak, sebab lebih fokus pada pemahaman anak dibanding pencapaian materi yang harus diajarkan.
Baca Juga:
Kemendikbudristek: Jalur Mandiri Tetap Ada Karena Amanat UU
Bagaimana dampaknya pada pembelajaran di sekolah?
Guru di SMAN 1 Gunung Sari, Lombok Barat, Mansur, mengatakan sistem yang baru ini justru memberi peluang bagi guru untuk memberikan “pelajaran yang bermakna”.
Selama ini guru-guru tertekan untuk mencapai materi pembelajaran yang padat dengan target ujian nasional serta seleksi masuk perguruan tinggi.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Apresiasi Tokoh & Tenaga Pemugar Candi Borobudur
Guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk memastikan sejauh mana pemahaman murid-muridnya, karena harus memenuhi target materi yang diajarkan.
“Akibatnya banyak siswa lari ke bimbingan belajar,” tutur Mansur.
Metode belajar yang padat itu perlahan berubah setelah pemerintah menghapus ujian nasional, namun Mansur mengatakan para guru masih terbelenggu dengan target tes masuk perguruan tinggi yang penuh materi pembelajaran.