WAHANANEWS.CO, Jakarta – Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto menilai tindakan Presiden Prabowo Subianto memerintah langsung TNI AL untuk membongkar “pagar laut” sekira 30 kilometer di Tangerang, Banten, lantara buruk kinerja birokrasi sipil mulai dari pusat, wilayah, hingga daerah.
“Presiden Subianto merasa perlu mengambil keputusan dan perintah langsung karena jalur komunikasi birokrasi yang mengurusi masalah tersebut tidak berjalan buruk. Pembongkaran pagar laut oleh TNI AL berdasarkan perintah langsung dari Presiden Prabowo merupakan langkah tepat dan cepat untuk mengatasi polemik di masyarakat,” sebut dalam lepasan pers kantor Mulyanto yang diterima WahanaNews.co, Senin (20/1/2025).
Baca Juga:
Prabowo Perintahkan Segel Pagar Laut Misterius di Tangerang: Negara Tak Boleh Kalah!
Lanjut Mulyanto, kusut kinerja aparatur sipil negara sejumlah instansi pemerintahan, sehingga Prabowo Subianto dengan kewenangan sebagai presiden merasa perlu memberi perintah langsung kepada Lantamal TNI AL untuk mengambil alih proses pembongkaran pagar laut yang dikeluhkan nelayan sepanjang laut Banten tersebut.
"Melalui keputusan tersebut Presiden Prabowo ingin menunjukan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan adalah dirinya, bukan figur atau instansi lain,” sebut Mulyanto.
Keputusan ini, menunjukan bahwa presiden peduli pada aspirasi nelayan yang banyak disuarakan melalui media massa sekaligus sebagai penegasan bahwa pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto tak tunduk pada oligarki.
Baca Juga:
KKP Ancang-ancang Cabut Paksa Pagar Laut Misterius di Tangerang
Mulyanto menambahkan perintah pembongkaran pagar laut di lepas pantai Tangerang, Banten ini sudah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa hari sebelumnya. Namun , KKP terkesan lambat dan tidak tegas sehingga yang dilakukan hanya menyegel selama 20 hari menunggu untuk pemilik membongkarnya secara mandiri.
Tindakan KKP ini mungkin dianggap kurang optimal oleh Presiden Prabowo sehingga dianggap perlu ada perintah tambahan kepada TNI AL untuk mengambil tindakan tegas.
Berikutnya, malah muncul fenomena perkumpulan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengaku ormas nelayan yang secara swadaya membangun pagar. Muncul klaim dari ormas malah memuncul keresahan di kalangan masyarakat nelayan.