WahanaNews.co | Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, ada ketakutan dari DPR atau pejabat publik jika RUU Perampasan Aset disahkan.
Di mata Zaenur, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memiliki komitmen untuk memperkuat regulasi terkait pemberantasan korupsi. Sebab, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Baca Juga:
PPATK Harap DPR Tak Ambil Pusing atas Penamaan RUU ‘Perampasan’ Aset
“Karena RUU Perampasan Aset ini kemungkinan ditakuti oleh DPR, dan elite politik karena bisa menyasar mereka yang selama ini punya kekayaan yang tidak bisa dijelaskan asal usulnya,” kata Zaenur, Jumat (17/9/2021).
Zaenur mengatakan, RUU Perampasan Aset dapat membawa perubahan dalam pemberantasan korupsi yang dianggap belum berjalan efektif dalam mengembalikan kerugian negara. Ia menduga ada ketakutan dari pejabat publik karena tidak bisa menjelaskan asal usul kekayaan yang dimiliki.
“RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak berpaku pada pelaku, tetapi pada aset hasil kejahatan,” kata dia.
Baca Juga:
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Tegaskan Ibu Kota Negara Masih Jakarta
Zaenur menjelaskan, RUU Perampasan Aset memungkinkan negara melakukan penyitaan aset tanpa menunggu pembuktian pidana.
RUU tersebut memiliki prinsip unexplained wealth, dengan demikian negara dapat merampas aset-aset yang tidak dapat dibuktikan berasal dari sumber yang sah.
“Angka pengembalian kerugian negara sangat kecil, bahkan tidak sampai 10 persen dibandingkan total kerugian. Jadi negara rugi dua kali, sudah dikorupsi, tidak dapat mengembalikan kerugian sepenuhnya ditambah mengeluarkan biaya untuk pemberantasan korupsi,” kata dia.