Rizieq menyebut pemerintah boleh mengambil lagi tanah
miliknya kapan saja. Asal mau memberikan ganti rugi kepada warga yang memiliki
lahan tersebut.
"Jadi kalau negara membutuhkan tanah ini, sekali lagi
silakan ambil kapan saja. 24 jam. Saya serahkan lahan ini ke negara. Serahkan
semua bangunan yang ada ke negara," ucap dia.
Baca Juga:
Polisi Semburkan Gas Air Mata, Massa Pendukung Rizieq Kocar Kacir
"Tapi kita berhitung dulu, hitung-hitungan dulu. Harus
ada ganti rugi. Karena ganti rugi tersebut akan kita bangun pesantren di tempat
lain. Tapi kalau mau main usir, saya tanya diam atau lawan?" lanjutnya.
Rupanya, ancaman-ancaman yang dikaitkan dengan lahan Ponpes
Alam Agrokultural Markaz Syariah sudah didapatkan Rizieq sejak 2017. Terhitung
sudah tiga kejadian dialaminya terkait dugaan merampas lahan milik PTPN.
Ia menjelaskan, pada 2017, pihak PTPN sempat didatangi oknum
polisi yang meminta mereka seolah-olah membuat laporan Ponpes Alam Agrokultural
Markaz Syariah telah merampas tanah milik PTPN.
Baca Juga:
Pengacara Rizieq: Peringatan Nuzulul Quran di Rutan Bukan Acara Heboh
"Tapi alhamdulillah pihak PTPN tidak mau. PTPN-nya
sendiri yang berbicara dengan kami. Mereka katakan, Habib Rizieq dan MS [Markaz
Syariah] itu datang (bukan) merampok, bukan merampas. Dan mereka menembus dari
masyarakat. MS itu tidak merambah, dan mereka itu sebagai penggarap. Kami
sangat menghormati penggarap. Gagal," ungkap Rizieq.
Lalu kejadian selanjutnya adalah saat sejumlah warga Desa
Pakancilan, yang terletak berdekatan dengan ponpes itu, diminta membuat laporan
ke polisi dan datang untuk dijadikan saksi. Seolah-olah, Rizieq merampas tanah
mereka untuk membangun ponpes.
Namun, ia menyebut para warga justru tahu yang bakal melapor
adalah mafia tanah. Warga menegaskan Rizieq tidak menipu mereka dan justru
tetap diberikan izin untuk menggarap tanah di area ponpesnya.