WAHANANEWS.CO, Jakarta - Polemik tentang sampah impor kembali menghangat setelah rapper asal Amerika Serikat, Azealia Banks, menyebut Indonesia sebagai “tempat sampah dunia” dalam unggahannya di media sosial X.
Meski dilontarkan dengan bahasa yang tajam, pernyataan Banks justru menjadi pemantik diskusi global tentang tanggung jawab negara maju dalam krisis lingkungan yang dialami negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Sudin LH Jakarta Barat Gelar Uji Emisi untuk Kendalikan Polusi Udara
Menanggapi hal ini, MARTABAT Prabowo-Gibran meminta pemerintah tak hanya reaktif, melainkan segera mengambil langkah konkret dan sistemik untuk menegakkan kedaulatan lingkungan.
“Ini tak hanya berkenaan dengan harga diri semata, tapi juga soal masa depan bangsa. Dunia sedang menyorot kita, dan jika kita lamban merespons, dampaknya bukan hanya reputasi, tetapi investasi pun bisa terhambat,” ujar Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, Jumat (25/4/2025).
Menurut Tohom, pernyataan Azealia Banks harus dilihat sebagai kritik yang membangun, bukan hinaan yang perlu dibalas dengan emosi.
Baca Juga:
Darurat Sampah Banjarmasin, Begini Kata Profesor dari Universitas Lambung Mangkurat
“Kita jangan gampang tersulut. Justru ini momen untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan tunduk dijadikan tempat pembuangan global. Pemerintah harus segera memperkuat diplomasi lingkungan dan memperketat regulasi masuknya limbah dari luar negeri,” tegasnya.
Tohom mengatakan pihaknya akan terus mendorong arah kebijakan yang tegas namun tetap rasional.
Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan lingkungan yang lemah dapat menggerus kepercayaan dunia usaha terhadap stabilitas jangka panjang di Indonesia.
“Investor tidak hanya melihat profit, tapi juga aspek ESG atau environmental, social, governance. Kalau Indonesia terus dicap sebagai tempat pembuangan sampah global, bagaimana mungkin mereka yakin berinvestasi? Ini soal integritas nasional di mata dunia,” ungkapnya.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan menilai, pemerintah harus membangun ekosistem kebijakan yang menyelaraskan pembangunan dengan pelestarian.
“Kita bisa membangun tanpa merusak. Tapi itu butuh keberanian politik dan keseriusan teknokratis. Negara seperti Korea Selatan dan Jepang bisa bangkit karena mereka memadukan ekonomi hijau dengan daya saing industri. Kenapa kita tidak bisa?” ujarnya.
Ia juga menyebutkan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga lingkungan, namun tetap menggarisbawahi bahwa tanggung jawab utama ada di tangan pemerintah.
“Kita tidak bisa berharap masyarakat memilah sampah jika pemerintah sendiri masih membiarkan kontainer limbah dari luar negeri masuk begitu saja ke pelabuhan kita,” katanya.
Lebih lanjut, Tohom mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersatu dalam menjaga martabat Indonesia di mata dunia.
“Kita ini bangsa besar, punya sejarah dan peradaban yang luhur. Jangan biarkan dunia memandang kita sebagai halaman belakang yang siap menampung limbah mereka. Sudah saatnya kita berdiri tegak dan berkata: cukup!”
[Redaktur: Sobar Bahtiar]