WahanaNews.co | Makin ngaco-nya
langkah Benny Wenda, Pemimpin Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United
Liberation Movement for West Papua - ULMWP), tak lepas dari "lelet"-nya
pemerintah dalam menyikapi dan menangani isu Papua Merdeka.
Pandangan itu
disampaikan Sekjen DPP LSM Martabat, Arnol Sinaga SE SH, terkait deklarasi
sepihak Benny Wenda saat menyatakan kemerdekaan Papua Barat, Selasa
(1/12/2020), dan mengangkat dirinya sebagai pemegang pemerintahan sementara di
sana.
Baca Juga:
Mengingat Curah Hujan yang Tinggi di Papua, Ini Kata Kabid Humas Polda Papua
"Persoalan Papua
Merdeka setiap tahun semakin menjadi-jadi. Bukti mereka masih eksis mencari dukungan.
Itu akibat lambannya pemerintah, yang tidak tegas dalam menangani polemik di sana
selama ini," kata Arnol Sinaga kepada WahanaNews,
Jumat, (4/12/2020) di Kantor DPP LSM Martabat, Jalan Buncit Raya, Jakarta
Selatan.
Menurut Arnol,
sejak 2014, Presiden Jokowi memang menggelontorkan dana triliunan rupiah ke wilayah
Papua untuk pembangunan infrastruktur dan pembentukan Otonomi Khusus. Tapi,
langkah itu sepertinya tidak didukung oleh organ-organ pemerintah lainnya.
"Jokowi dibiarkan
bekerja sendiri, organ-organ pemerintah lain kurang memaksimalkan perannya,
sehingga isu-isu keinginan sebagian kecil masyarakat Papua untuk merdeka terus
muncul. Ini tidak boleh dibiarkan. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas
terhadap siapa pun yang melakukan upaya pemberontakan dan makar," tegas Arnol.
Baca Juga:
Jenazah Bripka Anumerta Ronald Korban Penembakan KKB Diterbangkan ke Jayapura
Dikatakannya, di
era Jokowi, Papua mendapat perhatian sangat besar, khususnya dalam sektor infrastruktur
dan pembangunan sumber daya manusia.
Bahkan,
lanjutnya, dalam sistem perekrutan Aparatur Sipil Negara (ASN), warga Papua diberikan
kuota khusus.
Begitu pula dalam
pelibatan pengusaha asli Papua pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah
di seluruh Indonesia, teristimewa di wilayah timur Indonesia. Mereka diberi
prioritas.
"Anehnya, semakin
Presiden Jokowi memberikan perhatian, isu Papua Merdeka justru semakin kencang.
Ada apa ini?" ungkap Arnol Sinaga.
Negara Ilusi
Sebelumnya
diberitakan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam),
Mahfud MD, menyebut Benny Wenda "membuat negara ilusi" setelah pentolan
ULMWP itu mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat, yang mencakup
Papua dan Papua Barat.
"Benny Wenda
membuat negara ilusi, negara yang tidak ada. Papua Barat itu apa?" cetus
Mahfud MD dalam pernyataan pers, Kamis (3/12/2020).
Merujuk pada Traktat
Montevideo tahun 1933, Mahfud MD menjelaskan syarat berdirinya sebuah negara
adalah keberadaan rakyat, wilayah, dan pemerintah.
"Rakyatnya
siapa? Dia memberontak. Dia orang luar. Wilayahnya, Papua. Kita real yang menguasai. Pemerintahnya,
siapa yang mengakui dia sebagai pemerintah? Orang Papua sendiri tidak mengakuinya,"
kata Mahfud MD.
Ia mengatakan,
Majelis PBB sudah menetapkan Papua Barat sebagai wilayah Indonesia setelah
dilaksanakannya referendum pada tahun 1969.
Mahfud
menambahkan, pemerintah akan fokus melakukan pendekatan kesejahteraan pada
Papua.
Salah satunya, merencanakan
perubahan UU 21/2001 tentang Otsus dengan menaikkan anggarannya dari 2% ke
2,25%.
Belum Apa-apa Sudah Terbelah
Deklarasi
pemerintahan sementara Papua Barat oleh Benny Wenda juga dianggap "tidak
memiliki legimitasi" oleh kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua, TPNPB-OPM
(Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka)
Sayap militer OPM
yang berulang kali melakukan kontak senjata dengan militer Indonesia itu tidak
mengakui klaim ULMWP yang menetapkan Benny Wenda sebagai "presiden sementara"
Papua Barat.
Langkah Benny
Wenda itu justru dianggap tidak akan menguntungkan keinginan rakyat Papua untuk
merdeka secara penuh dari Indonesia.
Sementara itu, Kantor
Staf Presiden (KSP) menegaskan kembali bahwa pemerintah Indonesia menggunakan
pendekatan kesejahteraan untuk menyelesaikan masalah-masalah di Papua, melalui Otonomi
Khusus yang dianggap sebagai "jalan tengah" penyelesaian masalah di
sana.
Akan tetapi,
kelanjutan Otonomi Khusus sendiri, yang sudah berlangsung selama dua dekade, kini
tengah ditentang oleh gerakan pro-kemerdekaan dan sejumlah warga Papua yang
kecewa terhadap kinerja para pelaksana kebijakan tersebut. [yhr]