WAHANANEWS.CO - Menjelang Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November 2025, sorotan publik mengarah pada daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini, terutama karena munculnya dua nama besar: Presiden ke-2 RI Soeharto dan aktivis buruh Marsinah.
Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa setiap orang yang berjasa bagi bangsa dan negara memiliki hak untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional, tanpa memandang latar belakang masa lalunya.
Baca Juga:
Peneliti PDI-P Kritik Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Reformasi Jadi Tak Bermakna
“Siapa pun yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia berhak mendapat penghormatan sebagai Pahlawan Nasional, dan negara pantas menempatkan mereka sebagai tokoh berjasa,” ujar Agus dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).
Agus menilai, perdebatan soal masa lalu seharusnya tidak lagi menjadi pemisah di tengah masyarakat, melainkan momentum untuk membangun masa depan yang lebih baik.
“Sekarang saya ingin rakyat Indonesia bisa keluar dari kemiskinan. Itu sebabnya kami terus menjalankan program prioritas Presiden,” katanya.
Baca Juga:
Yenny Wahid Apresiasi Peluncuran Prangko Pendiri Bangsa: Momentum Meneladani Semangat Kemerdekaan
Ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah aktif di luar sistem pemerintahan melalui aksi massa, namun kini lebih memilih berjuang dari dalam sistem agar perubahan dapat benar-benar dirasakan masyarakat.
Menanggapi munculnya nama Soeharto dalam daftar calon, Agus menjelaskan bahwa pengusulan tersebut berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan bukan kali pertama dilakukan.
“Jadi, pada tahun 2010 sempat diusulkan pada masa pemerintahan Presiden SBY, kemudian pada tahun 2015 di masa Presiden Jokowi kembali diusulkan. Kini pengusulan sebagai Pahlawan Nasional diajukan kembali,” ucapnya.
Sementara itu, nama Marsinah juga kembali menarik perhatian publik karena ketokohan dan perjuangannya di dunia perburuhan yang dinilai sudah jelas dan teruji.
“Secara ketokohan dan dasar perjuangan, Mbak Marsinah ini sudah jelas. Bahkan di daerah Nganjuk sudah ada monumennya sebagai bentuk penghargaan. Dari sisi administratif dan prosedural juga sudah jelas, begitu pula dengan kontribusinya. Semuanya clear,” papar Agus.
Ia menegaskan bahwa proses penetapan gelar Pahlawan Nasional tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui tahapan panjang dan kajian mendalam oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
“Untuk tahun 2025, ada sekitar 40 nama yang diusulkan. Tentunya nanti yang menetapkan tetap Presiden. Dari 40 nama itu, sebagian merupakan usulan baru, sebagian lagi adalah nama-nama yang sudah diusulkan di tahun-tahun sebelumnya tetapi belum ditetapkan,” kata Agus.
Menurutnya, ada tiga aspek utama dalam penilaian, yakni jasa dan kontribusi tokoh bagi bangsa, kelengkapan administratif, serta kesesuaian prosedural dalam proses pengusulan.
Agus menjelaskan bahwa pengusulan dapat datang dari masyarakat, lembaga, maupun pemerintah daerah yang selanjutnya akan dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) di tingkat kabupaten atau kota, sebelum diteruskan ke tingkat provinsi dan akhirnya ke TP2GP di bawah koordinasi Kementerian Sosial.
Tim TP2GP terdiri dari 13 orang peneliti dari berbagai pusat kajian yang berkompeten di bidangnya, dan mereka akan melakukan kajian menyeluruh terhadap setiap calon penerima gelar.
Hasil kajian tersebut kemudian diserahkan kepada Menteri Sosial untuk ditandatangani sebelum diteruskan ke Dewan Gelar di Istana Kepresidenan untuk peninjauan akhir.
Tahap terakhir adalah keputusan Presiden yang menentukan apakah seorang tokoh layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional atau tidak.
“Jadi, Kementerian Sosial hanya menyalurkan (usulan) sesuai dengan prosedur yang berlaku,” pungkas Agus.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]