"Di
tengah kondisi dinamika ekonomi global yang tak menentu, UU Cipta Kerja harus
mampu menginjeksi pertumbuhan ekonomi lewat sektor investasi dan membuka
seluas-luasnya daya serap tenaga kerja," harap akademisi dari Unpad Ini.
Daya
saing Indonesia, lanjut dia, harus mampu ditunjukkan oleh kinerja ekonomi yang
membaik, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis dan penyediaan infrastruktur
yang memadai. Sehingga, peringkat IMD World Competitiveness Ranking kita terus
meningkat tak lagi diperingkat 40.
Baca Juga:
Anies Baswedan Kritik Kinerja Jokowi dalam Menurunkan Angka Pengangguran Dua Periode
Paska
pengesahan UU Cipta Kerja, pemerintah harus membangkitkan daya saing Indonesia
yang selama ini terpuruk akibat regulasi dan birokrasi pemerintah yang terlalu
rumit dan berakibat pada kurangnya daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan
utama investasi.
"Butuh
kerja sama dari berbagai pihak saat ini untuk dapat kembali bangkit dan
mengatasi kondisi pandemi dan memulihkan kondisi ekonomi nasional di tahun
depan," kata Slamet.
Ketua
Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan BPP Hipmi, Sari Pramono
menyakini, UU Cipta Kerja bisa menjadi solusi bagi angkatan kerja Indonesia.
Sebab, regulasi sapu jagat itu dinilai akan memudahkan sektor usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) dari sisi perizinan.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Ungkap Pembicaraan dengan Buruh Brebes, Fokus pada Evaluasi UU Cipta Kerja
Tidak
hanya itu, UU Ini juga menyederhanakan persyaratan perizinan berusaha serta
memudahkan persyaratan investasi. Artinya, akan ada lebih banyak lapangan
pekerjaan yang menjadi kesempatan bagi angkatan kerja Indonesia untuk memiliki
pendapatan yang layak dengan adanya UU ini.
"Kami
menilai, UU Cipta Kerja dapat menciptakan iklim investasi dan usaha yang
kondusif. Khususnya pada industri UMKM, sehingga bisa bersaing di tingkat
global," kata Sari.
Pengesahan
UU Cipta Kerja dapat menekan masalah dan hambatan bagi industri. Selain itu,
juga bisa menarik investasi yang bisa meningkatkan kapasitas industri UMKM
nasional.