“Perubahan kebijakan pemerintah dalam Permentan No.10/2022, meliputi perubahan jenis pupuk semula Urea, SP36, ZA, NPK, Orgaik menjadi Urea dan NPK. Kemudian, perubahan peruntukan menjadi melakukan usaha tani dengan lahan paling luas 2 hektare untuk 9 komoditas pangan pokok dan strategis, seperti padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi dan kakao,” ujarnya.
Dijelaskannya, mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial atau data luas lahan dalam sistem informasi manajemen penyuluh pertanian (Simluhtan), dengan tetap mempertimbangkan luas baku lahan sawah yang dilindungi (LP2B).
Baca Juga:
Kementan Bentuk Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian, Ini Tugasnya
Dengan demikian penyaluran pupuk bersubsidi akan lebih tepat sasaran baik dan lebih akurat.
Ia menegaskan, efisiensi jumlah komoditi yang menerima subsidi pupuk harus dilaksanakan.
“Karena ini adalah komoditi utama kita, saya harap subjeknya harus jelas, objeknya harus jelas, metodenya harus jelas. Lakukan regulasi yang jelas, koordinasi harus maksimal dengan berbagai PPL yang ada serta kelembagaan dan personal. Semua by digital. Perbaiki struktur KP3,” tambahanya.
Baca Juga:
Produksi Telur Nasional Surplus, Kementan Sebut Peluang Ekspor ke Negara Sahabat
Mentan juga mengajak petani untuk memanfaatkan KUR untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan pupuk.
“Hal ini harus dilakukan karena produktivitas padi indonesia menduduki peringkat 2 dunia,” katanya.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil, mengatakan menindaklanjuti rekomendasi Tim Panja Pupuk Komisi IV DPR RI, maka telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.