Ia juga meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan MK 90 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun, kecuali apabila undang-undang menentukan lain'.
Nasihat hakim
Baca Juga:
Soal Upah Minimum Sektoral, Presiden Prabowo Arahkan Perumusan Pasca Putusan MK
Setelahnya, majelis hakim pada sidang ini memberikan nasihat kepada pemohon perkara 159 dan 160.
Hakim konstitusi M Guntur Hamzah mengatakan Putusan MK 90 itu telah selesai dan sudah ditutup dengan Putusan 141. Ia menyebut MK sudah menegaskan prinsipnya dalam Putusan MK 141.
"Bahwa apa pun itu yang dikehendaki oleh para pemohon ini, itu kita serahkan kepada pembentuk undang-undang. Jadi sudah clear sebetulnya, ya, menyangkut ini. Jadi, karena kalau semua yang didaftar keinginan ditampung semua, jadinya mahkamah jadi pusing jadinya kan ya, bagaimana ini mau menyikapi?," kata Guntur dalam persidangan, Selasa (19/12/2023).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Guntur kembali menegaskan bahwa menurutnya semua permohonan yang diajukan pemohon perkara 160 sudah jelas.
"Jadi, kalau menurut saya, sudah clear sebetulnya, ya. Demikian juga 160 juga, ingin untuk misalnya untuk ditentukan lain oleh undang-undang. Justru itulah Putusan 141 itu mengatakan, silakan pembentuk undang-undang untuk nanti mengaturnya, kan begitu. Jadi, sebetulnya juga sudah terjawab juga. Tetapi kembali lagi karena ini hak konstitusional dari Pemohon, ya tentu kami sebatas memberikan nasihat saja," kata Guntur.
Guntur juga menyinggung hubungan sebab-akibat permohonan yang diajukan perkara 159 dengan identitasnya sebagai pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jawa Timur. Sementara itu, Yuliantoro mempersoalkan adalah Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.