WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menyuarakan dukungan agar Teungku Muhammad Daud Beureueh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Menurutnya, kiprah Daud Beureueh dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang serta komitmennya terhadap kemerdekaan Indonesia layak dikenang dan dihargai secara nasional.
Baca Juga:
4 Kategori Narapidana yang Berhak Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo
“Sejarah tentang Daud Beureueh perlu ditulis ulang dan beliau adalah pejuang Indonesia, sehingga sudah saatnya beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Daud Beureueh berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI baik secara politik, militer, maupun diplomasi,” kata Yusril Ihza Mahendra dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (12/7/2025).
Yusril juga menyinggung peran penting Daud Beureueh dalam pembentukan Provinsi Aceh.
Ia menyampaikan bahwa aspirasi Daud agar Aceh berdiri sebagai provinsi sendiri mendapat restu dari Presiden Soekarno saat berkunjung ke wilayah tersebut.
Baca Juga:
Menko Yusril Minta Semua Lembaga Pelayanan Publik Jadikan Aduan Sebagai Motivasi
Selama masa revolusi, Daud ditunjuk sebagai Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI.
“Kala itu, pembentukan provinsi Aceh melalui Keputusan Wakil Perdana Menteri Indonesia untuk Sumatera yang berkedudukan di Kutaraja. Pembentukan juga didasari dengan Peraturan Darurat Wakil Perdana Menteri yang diteken Mr. Sjafruddin Prawiranegara,” ucap Yusril.
Namun, pada tahun 1950, Yusril menjelaskan bahwa aturan darurat itu ditolak oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) serta Menteri Dalam Negeri saat itu, Susanto Tirtoprodjo.
“Celakanya, pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu harus dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI yang baru, Mohammad Natsir. Padahal baik Sjafruddin, Natsir, maupun Daud Beureueh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi,” tambahnya.
Yusril mengungkapkan bahwa Natsir saat itu menghadapi dilema berat saat menjalankan keputusan KNIP, sehingga ia memilih untuk langsung datang ke Aceh dan berdialog dengan Daud Beureueh.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]