UNDANG UNDANG No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) telah diteken oleh Presiden Joko Widodo pada April 2024. Akan tetapi, dalam beleid tersebut tidak mewajibkan partai politik (Parpol) untuk mengusulkan putra daerah atau tokoh masyarakat Betawi untuk ikut dalam pencalonan pada Pilkada Jakarta 2024.
Terkait hal tersebut, di Hotel Tavia Heritage, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024), Badan Musyawarah (Bamus) Suku Betawi 1982 telah mengumumkan nama-nama yang akan diusulkan kepada para pimpinan Parpol sebagai calon gubernur (Cagub) dan wakil gubernur (Cawagub) Jakarta.
Baca Juga:
Pemerintah DKI Jakarta Tingkatkan Uji Emisi untuk Cegah Pencemaran Udara
Nama-nama yang diusulkan tersebut di antaranya adalah mantan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Marullah Matali yang juga merupakan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata, Lutfi Hakim merupakan Ketua Umum FBR, Dailami Firdaus merupakan anggota DPD RI dapil Jakarta, Moch Ihsan merupakan Ketua Umum FORKABI dan Zainuddin merupakan Ketua Umum Bamus Suku Betawi 1982, dan mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat, Bahrullah Akbar.
Langkah Bamus Suku Betawi 1982 ini sangat tepat, mengingat waktu penyelenggaraan Pilkada Jakarta 2024 sudah semakin dekat. Namun, perlu juga untuk mengantisipasi jika Parpol tidak merespons usulan tersebut.
Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan tiga langkah konkret agar Parpol bisa mengakomodir putra daerah masyarakat tokoh Betawi. Tiga hal itu yakni, mengusulkan revisi UU DKJ atau Perpu hingga mempertimbangkan untuk melakukan Judicial Review (JR) UU DKJ ke Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga:
Jakarta Membutuhkan Anggaran Rp 600 Triliun menuju Status Kota Global
Adapun alasan saya mengusulkan tiga langkah tersebut yaitu, merujuk pada empat alasan argumentasi saya sebagai berikut.
Pertama, argumentasi saya ini merujuk pada UU No. 2 Tahun 2024 tentang Probinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Artinya, Jakarta sudah bukan ibu kota lagi, dan hanya tinggal menunggu Keputusan Presiden (Kepres) perpindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan demikian, melibatkan putra daerah dan tokoh masyarakat Betawi pada Pilkada Jakarta 2024 menjadi hal yang penting.
Kedua, merujuk pada pertimbangan lainnya, yaitu UU Istimewa Yogyakarta. Dalam konteks ini, Yogyakarta memiliki UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan aturan ini, Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak dipilih secara langsung melainkan DPRD mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan dan penetapan.
Ketiga, merujuk pada UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dalam Pasal 12 huruf (a) disebutkan bahwa, “Yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat: (a), orang asli Papua."
Selanjutnya yang keempat, yaitu merujuk kepada UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dalam Pasal 75 ditegaskan tentang Partai Lokal. Partai ini didirikan oleh WNI yang telah berdomisili tetap di Aceh. Partai Lokal pun memiliki peran yang sama dengan partai politik lainnya, yaitu mengusulkan calon kepala daerah, Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati.
Atas uraian tersebut, sangat logis jika UU No. 2 Tahun 2024 Tentang Provinsi DKJ seharusnya berisi aturan agar Parpol melibatkan putra daerah dan tokoh masyarakat Betawi untuk ikut aktif dalam Pilkada Jakarta 2024.
Dalam hal ini, Betawi sebagai masyarakat asli Jakarta memiliki potensi dan kualitas yang tidak kalah dengan daerah Istimewa atau daerah khusus lainnya. Sehingga, kami berharap Parpol bisa mengusulkan tokoh masyarakat Betawi untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kepemimpinan di ibu kota melalui Pilkada Jakarta 2024.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan, saya mengusulkan agar penting untuk dipertimbangkan tiga langkah yaitu, mengusulkan revisi UU Provinsi DKJ atau Perpu hingga mempertimbangkan untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi atas UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Jika tiga langkah tersebut di atas telah ditempuh tetapi tetap gagal, masyarakat Betawi tetap bisa bersikap dengan banyak cara. Salah satunya adalah, kemungkinan menolak keberadaan UU Provinsi DKJ karena tidak mengakomodir putra daerah atau tokoh masyarakat Betawi dalam Pilkada Jakarta. Cara lainnya, kemungkinan bisa juga dengan menolak Pilkada Jakarta 2024. Yang pasti, langkah apapun yang ditempuh masyarakat Betawi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]