Kerusakan yang parah, terutama di kawasan hutan yang sudah gundul, dengan ribuan ton kayu gelondongan menghantam pemukiman, seharusnya pemerintah dengan cepat mengejar para deforesters itu, digebukin dan disuruh segera mengeluarkan dananya untuk menggerakkan helikopter swasta , peralatan – peralatan untuk evakuasi, dan yang menjadi korban diberikan santunan yang signifikan untuk biaya hidup mereka, dan menyiapkan pengungsian yang layak. Seharusnya tongkat Komando Presiden diarahkan ke para itu yang datanya ada di Kementerian Kehutanan.
Sikap Presiden Prabowo yang menolak bantuan asing dan mengandalkan kekuatan pemerintah dan Militer, memang terkesan militant dan gagah berani. Tetapi kalaulah puluhan ribu Militer dikerahkan, puluhan hercules dan helikopter dikerahkan, kalau dukungan dananya seret, ya dari gercep (gerakan cepat) menjadi gerlet (gerakan letoi).
Baca Juga:
Bantuan UEA Dikembalikan Bobby: Lapor ke Pemerintah Pusat Dulu
Pemerintah pasti tidak mengakui itu. Menkeu alokasikan Rp60 Triliun, kapan keluarnya? Belum kita dengar. Mengandalkan APBD provinsi; kabupaten; Kota, brankas kosong. Mereka sudah bangkrut. Kalau perusahaan pemerintah itu sudah jatuh pailit. Tetapi karena negara tidak mengenal bangkrut.
Tujuan gubernur, meminta status bencana nasional, sebenarnya sederhana saja. Pemerintah pusat melalui BNPB dapat segera dengan cepat mengeluarkan dana kontingensi (cadangan bencana alam) yang menurut UU 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana harus digelontorkan pemerintah atas perintah UU. Sangat Konstitusional. Proses bisa cepat dan harus cepat. Jika tidak, rakyat bisa menuntut pemerintahnya ke pengadilan.
Tetapi karena tidak diumumkannya bencana nasional, Pemerintah menegaskan bantuan pemerintah akan tetap mengalir, tetapi mengalirnya tidak bisa deras karena tidak diancam UU yang berlaku.
Baca Juga:
Antar Logistik ke Lokasi Bencana Aceh, TNI AU Kerahkan Pesawat A400M
Kondisi selanjutnya di masa mendatang, jika mobilisasi tidak dengan dukungan finansial yang cepat, tepat, maka kualitas rakyat Aceh, Sumut dan Sumbar akan menurun tajam. Dampak yang jelas akan terjadi angka kemiskinan meningkat, angka pengangguran meningkat, konflik sosial bertambah dan yang berbahaya jika rasa nasionalisme mereka menurun dan dapat menggoyahkan bingkai NKRI.
Menolak bantuan asing dan implikasinya
Dalam suasana keterbatasan anggaran pemerintah, dan disisi lain kebutuhan hidup masyarakat korban bencana memerlukan kecepatan pertolongan untuk kebutuhan hidup layak dan itu diperintahkan oleh UU 24/2007, maka kebijakan pemerintah menolak bantuan asing sangat beresiko terhadap hubungan pemerintah pusat dan daerah. Apalagi Walikota Medan menolak bantuan beras 30 ton dari UEA AID, karena takut pada pemerintah pusat, tetapi Walikotanya di ‘maki-maki’ warganya merupakan suatu contoh konflik yang rawan. Demikian juga di Aceh ada bantuan dari masyarakat Aceh di Malaysia dipersoalkan, tapi Gubernur NAD, Mualem pasang badan. Akhirnya pemerintah pusat mengalah.