FENOMENA menerobos palang pintu kereta yang semakin marak di berbagai wilayah Indonesia menjadi perhatian serius.
Meskipun sudah ada aturan ketat dan peringatan yang dipasang di setiap perlintasan, tak sedikit pengendara yang nekat menerobos, meskipun taruhannya adalah nyawa.
Baca Juga:
Menteri PPPA Tinjau Fasilitas dan Layanan Perempuan dan Anak di Kereta Api bagi Pemudik Lebaran
Apa yang sebenarnya menjadi pemicu dari perilaku berbahaya ini?
Dari kacamata sosiologi, fenomena ini tidak hanya bisa dilihat sebagai pelanggaran hukum semata, tetapi juga sebagai bagian dari dinamika sosial yang kompleks.
Dalam sosiologi, perilaku tersebut bisa dilihat dari perspektif anomie—suatu keadaan di mana norma sosial melemah atau tidak lagi dihormati oleh individu.
Baca Juga:
Gubernur Bobby Lepas 10 Ribu Pemudik dan 480 Motor dari Stasiun Medan
Para pengendara yang menerobos palang kereta cenderung melihat aturan lalu lintas sebagai sesuatu yang bisa diabaikan ketika mereka merasa ada urgensi yang lebih besar, seperti terburu-buru atau berusaha menghindari kemacetan panjang.
Di sinilah peran individualisme muncul; kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada keselamatan bersama.
Ketika banyak orang melakukan hal yang sama, tindakan ini lama-kelamaan dianggap biasa dan tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran moral yang serius.