Seperti ditulis dalam buku Membangun Nasionalisme Melalui Bahasa dan Budaya (Penerbit Buku Kompas) yang akan diluncurkan 28 Oktober nanti, ”dengan bahasa, maka sistem dan nilai budaya dari suatu kelompok masyarakat diwariskan, ditransmisikan, dari generasi ke generasi. Bahasa etnik (lokal, daerah) berperan penting pula sebagai identitas suatu suku bangsa” (hlm 10).
Intinya, hilang atau punahnya bahasa berarti hilangnya sebuah kebudayaan.
Baca Juga:
Mabes Polri Gelar Upacara Sumpah Pemuda, Indeks Pembangunan Pemuda Harus Ditingkatkan
Jika kita memandang kebudayaan sebagai perspektif dalam melihat dunia, punahnya satu bahasa etnik tertentu berarti hilangnya satu perspektif dalam memandang dunia, alam raya, dan seisinya.
Hilangnya bahasa juga berarti hilangnya pengetahuan prasejarah dan pengetahuan ekologi tradisional.
Karena pentingnya bahasa sebagai penjaga kultur dan identitas bangsa inilah, beberapa peraturan telah dibentuk untuk melindunginya, antara lain UUD 1945 Pasal 32 Ayat 2 (hasil amendemen keempat), ”Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.
Baca Juga:
Peringati Hari Sumpah Pemuda Ke-96, Danrem 182/JO Bacakan Amanat Menpora
Pemerintah lantas mengeluarkan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Disusul dengan Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, Perlindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
Regulasi lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.