WAHANANEWS.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan akan menonaktifkan kepala sekolah SMA dan SMK yang tetap menggelar study tour ke luar provinsi, meskipun sudah ada larangan yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Gubernur.
Saat ini, tercatat ada 111 SMA dan 22 SMK yang tetap bersikeras melakukan study tour ke luar Jawa Barat, meski aturan sudah ditetapkan.
Baca Juga:
Bocah 6 Tahun di Garut Tewas Tersangkut Pipa Pembuangan Kolam Renang
"Kalau pergi piknik ke luar provinsi, jelas melanggar surat edaran yang dibuat Pak Bey (Machmudin), Pj. Gubernur sebelumnya. Surat itu dikeluarkan setelah terjadinya kecelakaan bus siswa SMK Depok di Ciater," kata Dedi pada Sabtu (22/2/2025).
Dedi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu untuk memberikan sanksi tegas, termasuk pemberhentian sementara maupun permanen bagi kepala sekolah yang melanggar aturan tersebut.
Namun, sebelum mengambil keputusan final, Dedi menyebut bahwa Inspektorat Jawa Barat sedang melakukan audit untuk menentukan jenis sanksi yang akan diberikan kepada kepala sekolah yang tidak menaati kebijakan.
Baca Juga:
Hari Pertama Jabat, Dedi Mulyadi Copot Kepala SMAN 6 Depok Buntut Study Tour ke Bali
Ia menambahkan bahwa meskipun dirinya mengusulkan pencopotan, keputusan akhir tetap berada di tangan Dinas Pendidikan.
"Tidak ada masalah, sama seperti rektor bisa kembali menjadi dosen biasa atau politisi yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD bisa menjadi anggota biasa lagi," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Kepala Dinas Pendidikan telah menandatangani surat penonaktifan sementara terhadap kepala sekolah yang diduga melanggar, dan keputusan selanjutnya akan menunggu hasil audit.
Selain Inspektorat, Dedi juga meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat untuk mengidentifikasi sekolah mana saja yang masih nekat mengadakan study tour ke luar provinsi.
Semua kepala sekolah yang terbukti melanggar aturan ini akan dinonaktifkan sementara hingga audit selesai dilakukan.
"Kebijakan ini berlaku untuk semua sekolah, bukan hanya SMAN 6 Depok, tapi seluruh SMA di Jawa Barat yang memberangkatkan siswa ke luar provinsi," tegasnya.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, memberikan tanggapannya terkait kebijakan ini.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih rinci mengenai alasan di balik larangan study tour ke luar provinsi.
"Jika memang dilarang, harus dijelaskan alasannya. Saya kira bukan soal study tour-nya saja, tapi ada faktor lain seperti biaya administrasi yang memberatkan orang tua siswa," ujar Cecep pada Minggu (23/2/2025).
Cecep juga menyarankan agar aturan terkait study tour dibuat lebih detail dengan melibatkan berbagai pihak, seperti sekolah, orang tua, dan agen perjalanan.
"Jika ada regulasi yang jelas, nantinya akan muncul SOP yang mengatur study tour sebagai metode pembelajaran, sehingga siswa tetap mendapatkan manfaat tanpa harus bepergian jauh," katanya.
Ia menegaskan bahwa study tour seharusnya lebih berorientasi pada pendidikan dibanding sekadar wisata, serta menyarankan agar perjalanan tersebut tetap berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Selain itu, Cecep menilai bahwa keputusan untuk mencopot kepala sekolah tidak akan menyelesaikan masalah.
Menurutnya, dialog dan koordinasi dengan berbagai pihak lebih penting agar kebijakan yang diambil tidak merugikan banyak pihak.
"Sebaiknya dipertimbangkan kembali. Pemberhentian kepala sekolah bukan solusi terbaik, karena tidak serta-merta menyelesaikan permasalahan. Yang lebih penting adalah berdialog untuk mencari jalan keluar yang tepat," tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]