Penggunaan aplikasi ini membuka kanal partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai agen monitoring dan evaluasi pembangunan pada skala komunitas.
Meski penggunaan aplikasi pada kota dan masyarakat yang belum 100 persen memiliki akses kepada teknologi tetap mengeksklusi beberapa golongan masyarakat --mereka yang tidak memiliki ponsel pintar tidak dapat menyampaikan aspirasinya, cara ini terbukti efektif memberi peran lebih kepada lurah sebagai manajer wilayah.
Baca Juga:
Kementerian PU Genjot Program Padat Karya Jalan dan Jembatan Tahun 2025, Serap 43.628 Tenaga Kerja
Walau begitu, saya masih menilai penggunaan aplikasi ini dalam jangka panjang juga tidak dapat mewadahi masyarakat untuk membangun secara bottom up.
Pembangunan yang berasal dari masyarakat memerlukan modal sosial yang kuat di masyarakat, yang memang agak sulit ditemui di wilayah perkotaan.
Modal sosial kuat umumnya ditemui lebih banyak di wilayah perdesaan.
Baca Juga:
Pulihkan Akses Masyarakat Nagekeo, Pemasangan Jembatan Bailey Teodhae 1 Ditargetkan Rampung 4 Oktober 2025
Meski begitu, terdapat contoh di beberapa kota hal ini masih mampu dilakukan.
Masyarakat kota dapat membangun pusat-pusat kebudayaan skala komunitas (community cultural hub) untuk menjadi wadah dalam membicarakan masalah bersama terkait pembangunan.
Dengan cara ini diharapkan pembangunan sosial dapat merata dan tidak menyisakan ketimpangan, baik secara kelas maupun secara jangkauan (spasial).