Oleh JANNUS TH SIAHAAN
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Hadiri Sidang PHPU Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi
JIKA berpatokan pada hasil survei elektabilitas calon presiden setahun terakhir, Ganjar Pranowo adalah kader PDIP satu-satunya yang bercokol di peringkat tiga besar.
Bahkan beberapa kali, Ganjar berada di peringkat teratas mengalahkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Raihan elektabilitas versi lembaga-lembaga survei tersebut tentu menjadi modalitas politik penting bagi Ganjar saat bernegosiasi dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP.
Baca Juga:
Sidang Sengketa Pilpres, Tim Ganjar Siapkan Kesimpulan Yakin Menang di MK
Sikap Megawati yang sangat bijak dan hati-hati terhadap Ganjar, selain faktor popularitas yang dimiliki Ganjar, adalah juga bukti kematangan politik beliau yang layak diacungi jempol, baik sebagai pemegang tampuk kekuasaan tertinggi di dalam PDIP maupun sebagai tokoh bangsa kelas satu.
Megawati nampaknya sangat menyadari perkembangan politik yang dialami Ganjar dalam beberapa waktu belakangan, yang membuatnya tidak serta-merta memaksakan Puan Maharani sebagai Capres PDIP di ruang publik nasional.
Di sisi lain, terkesan ada "framing" keterbelahan politik antara Ganjar dan Puan tersebut, sehingga banyak pihak akhirnya mencoba memberi penilaian bahwa ada potensi kemunculan dua King Maker di dalam PDIP.
Pertama, Megawati diasumsikan sebagai King Maker untuk Puan Maharani, yang notabene adalah putrinya sendiri. Kedua, Jokowi sebagai "potential King Maker" untuk Ganjar Pranowo.
Penilaian tersebut bisa saja salah. Karena yang nampak di permukaan boleh jadi bukanlah representasi "real politics" yang berlangsung.
Sekalipun sempat terjadi serangan dari beberapa tokoh PDIP kepada Ganjar beberapa waktu lalu, nyatanya Megawati justru tidak memperlihatkan keberatan dan permusuhan politik kepada Ganjar Pranowo, termasuk atas segala perkembangan politik yang menyertai Ganjar dua tahun terakhir.
Megawati nyatanya tidak terpengaruh oleh asumsi keterbelahan tersebut. Dari sikap resmi PDIP dan Megawati yang saya amati, justru Megawati menampakkan sikap kepemimpinan yang sangat inklusif.
Megawati dengan bijak membuka peluang Capres dari PDIP untuk Puan dan Ganjar alias tidak saklek memaksakan salah satu.
Meskipun perjalanan politik Ganjar seringkali dipersepsi oleh para pengamat mulai berseberangan dengan partai yang membesarkannya, PDIP, Megawati dengan kematangan dan kearifan politiknya masih menganggap itu sebagai dinamika politik yang wajar-wajar saja.
Sikap Megawati tersebut jauh melampaui sikap politik pemimpin-pemimpin politik dalam negeri yang cenderung memaksakan satu nama sebagai calon tunggal presiden dari partai mereka.
Keberanian Megawati membuka peluang kepada lebih dari satu nama, meskipun salah satunya adalah putrinya yang semestinya ia utamakan, adalah gambaran pemahaman yang matang atas salah satu konsep penting demokrasi, yakni demokrasi intrapartai.
Dalam kacamata demokrasi intrapartai (interparty democracy), kemunculan satu nama sebagai calon tunggal di dalam konvensi partai justru aneh.
Di Amerika Serikat, di dalam satu partai bahkan bisa muncul nama lebih dari lima, untuk kemudian digodok di dalam proses konvensi.
Dari sekian banyak nama di dalam Partai Republik Amerika tahun 2015, misalnya, tak ada yang menduga Donald Trump akan menjadi pemenang di babak final konvensi.
Begitu pula dengan Joe Biden, yang nyaris kurang dijagokan, baik karena faktor umur maupun karena ketidakterlibatan beliau dalam konvensi di saat masih sebagai wakil presiden di era Presiden Obama.
Tapi nyatanya demokrasi intrapartai berjalan dinamis dan membuktikan bahwa Joe Biden berhasil memenangkan kontestasi internal Partai Demokrat mengalahkan Bernie Sanders dan Elizabeth Warren, sekadar menyebut dua nama besar.
Jadi sampai pada situasi hari ini, dinamika politik yang dijalani Ganjar sebenarnya masih dalam batas kewajaran.
Dan nampaknya Megawati sebagai ketua umum partai terbesar di Indonesia menyadari dan memahami itu.
Dengan kata lain, ketegangan psikologi politik yang dipersepsikan sedang terjadi antara Ganjar dan Puan Maharani belakangan ini adalah dinamika yang sangat normal di dalam politik, baik dalam kacamata demokrasi secara umum maupun dalam kacamata spesifik, yakni demokrasi intrapartai.
Dan menurut hemat saya, Ganjar Pranowo memahami secara arif dan bijak kedewasaan dan kebijaksanaan politik yang diperlihatkan Megawati tersebut.
Terbukti Ganjar tidak berkelit layaknya politisi kelas recehan saat ditanya sikapnya terkait hak prerogatif Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP. Dengan gamblang Ganjar mengatakan bahwa beliau ikut arahan Megawati.
Sebagaimana layaknya seorang Ganjar yang santun dan elok dalam bertutur selama ini, Ganjar berjuang menunjukkan kepada Megawati bahwa dirinya sangat "party man" sampai detik ini, berusaha mendamaikan secara arif kepentingan besar partai dengan aspirasi-aspirasi pendukungnya yang terkadang agak berseberangan dengan aspirasi organisasional partai.
Tentu Ganjar memahami betapa sangat signifikannya peran partai dalam mengantarkannya ke posisi hari ini, yang boleh jadi berbanding lurus dengan perjuangan pribadinya menuju arah yang sudah ia duduki hari ini.
Dua kesadaran ini, saya kira, cukup menentukan dalam penentuan sikap Ganjar hingga hari ini.
Karena itu, bagaimana pun, opsi politik terbaik untuk Ganjar sampai hari ini adalah maju bersama PDIP, dengan dukungan resmi dari Megawati secara kepartaian dan dorongan penuh dari Jokowi.
Toh pada ujungnya, kemenangan Ganjar akan menjadi kemenangan PDIP, layaknya kemenangan Jokowi adalah juga kemenangan PDIP di satu sisi dan keberhasilan Megawati sebagai King Maker di sisi lain.
Artinya, jika pada kalkulasi final nanti pencalonan Ganjar ternyata jauh lebih masuk akal ketimbang pencalonan Puan, atau pencalonan Ganjar sebagai calon presiden jauh lebih baik ketimbang menawarkan Puan sebagai calon wakil presiden ke partai lain, PDIP dan Megawati tentu akan memilih yang lebih baik dan lebih masuk akal.
Bukankah akan jauh lebih bertenaga secara politik dan organisasional jika Ganjar akhirnya nanti didukung dan didorong oleh dua King Maker hebat sekaligus, Megawati dan Jokowi, ketimbang di-back up oleh satu King Maker yang justru dibayangi oleh latar belakang keterbelahan politik yang mengkhawatirkan di dalam partai karena seteru dua calon berlatar satu partai yang sama. (Jannus TH Siahaan, Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining)-gun
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ganjar Pranowo dan Kearifan Politik Megawati", klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/07/07/05300051/ganjar-pranowo-dan-kearifan-politik-megawati.