TRANSPARANSI dan akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Pejabat Gubernur (Pj) Heru Budi Hartono layak dipertanyakan terkait Laporan Keuangan (LK) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Jakarta Propertindo (Jakpro).
Hingga kini, Jumat 28 Juni 2024, Badan Pembinaan BUMD (BPBUMD) belum juga memposting laporan rugi laba usaha BUMD PT. Jakpro di situs mereka. Padahal, ini sudah akhir Juni 2024 dan laporan keuangan perusahaan seharusnya telah selesai dibuat pada akhir tahun berjalan (31 Desember 2023).
Baca Juga:
Total Rugi BUMD PT Jakpro Kemungkinan Berpotensi Tembus Rp1 Triliun
Selama lima tahun berturut-turut sejak 2019 hingga 2022, BUMD PT. Jakpro mencatat total kerugian usaha sebesar Rp. 708,22 miliar. Dengan merujuk pada kerugian usaha tahun 2022 sebesar Rp. 240,89 miliar, kemungkinan besar kerugian untuk tahun buku 2023 bisa mencapai Rp. 300-400 miliar. Dengan demikian, total akumulasi kerugian selama lima tahun bisa melebihi Rp. 1 triliun.
Perkiraan kerugian usaha PT. Jakpro tahun buku 2023 yang mencapai Rp. 300-400 miliar sangat beralasan. PT. Jakpro harus mengeluarkan biaya perawatan untuk Jakarta International Stadium (JIS) sekitar Rp. 50-60 miliar, ditambah biaya depresiasi yang diperkirakan mencapai Rp. 150 miliar. Kerugian dari JIS saja bisa mencapai Rp. 200 miliar, belum termasuk kerugian usaha lainnya.
Prediksi saya adalah bahwa Pemprov DKI Jakarta, khususnya BPBUMD dan Pj Gubernur DKI Jakarta, mungkin takut mengumumkan laporan keuangan BUMD PT. Jakpro untuk tahun buku 2023. Hal ini mungkin akan menjadi kontroversi di masyarakat, mengingat BUMD PT. Jakpro mengalami kerugian usaha yang diperkirakan melebihi Rp. 1 triliun selama lima tahun berturut-turut dari 2019 hingga 2023.
Baca Juga:
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan: Unit Bisnis Properti Ternama Didenda Rp 9,37 Triliun
Sebagai catatan, BPBUMD Pemprov DKI Jakarta telah mempublikasikan laporan keuangan untuk BUMD lainnya untuk tahun buku 2023, kecuali PT. Jakpro.
Dalam konteks ini, jika BUMD PT. Jakpro benar mengalami rugi usaha selama 5 (lima) lebih dari 1 Triliun, maka rakyat atau warga Jakrta perlu mempertanyakan masalah ini!
Intinya rakya bisa berpedoman kepada UU pemberantasan korupsi dan UU No 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Darah.