Kasus eksplorasi nikel Raja Ampat sampai seorang Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di demo masyarakat Raja Ampat. Menkop Budi Arie Setiadi yang tersangkut kasus judi online, masih eksis sebagai menkop yang akan mengelola dana APBN untuk 80 koperasi merah putih, dan teranyar sengketa “pencaplokan” 4 pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam oleh pemerintah pusat (kemendagri) kalau ditelusuri lebih dalam tidak terlepas dari “sudah tercemarnya” para pejabat birokrasi dari penyakit ABS (asal bapak senang) dan HSM (hilang syaraf malu), sehingga menghasilkan suatu kebijakan yang komplikasi.
Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang terbit pada 25 April 2025 merupakan kebijakan yang menimbulkan komplikasi. Mengapa komplikasi? Kita simak apa yang dikatakan Mendagri dalam Breaking News TVOne, terbitnya Kepmendagri 2138 itu didasarkan tidak ditemukan dokumen asli, tetapi hanya fotokopi maka Kepmendagri yang diterbitkan tetap memposisikan 4 pulau “sengketa” berada di wilayah Sumatera Utara.
Baca Juga:
Prabowo, Hati-Hati
Kesepakatan para pihak untuk menampilkan dokumen ASLI tidak ditemukan. Secara administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, “Hilangnya” dokumen asli itu tanggung -jawab Kemendagri.
Dalam suatu pengelolaan arsip pemerintah, tentu suatu dokumen MoU ada draftnya, dan seharusnya draft itu disimpan dalam sistem arsiparis yang rapi, apalagi Kemendagri suatu lembaga pemerintah yang besar punya standar operasional prosedur (SOP) penelusuran dokumen yang rapi.
Pertanyaan mendasarnya, apakah sudah benar dilakukan penelusuran dokumen, apa mungkin tidak ditemukan secarik berkas terkait draft kesepakatan itu. Atau memang tidak sungguh-sungguh mencarinya. Atau ada intervensi pihak tertentu atau bahkan pejabat tertentu yang punya agenda tertentu untuk tidak mencarinya.
Baca Juga:
Bukan Migas, Ini yang Diutamakan Wali Nanggroe Soal 4 Pulau Sengketa
Ada yang menarik apa yang dikatakan Mendagri, pernyataan bahwa jika dokumen asli tidak ada, dikhawatirkan ada persoalan hukum dibelakang hari. Penjelasan ini tidak profesional, sebagai seorang Jenderal Polisi dan mantan Kapolri apalagi sudah 5 tahun menjadi Mendagri, alasan ada persoalan hukum sangat naif. Berbagai cara bisa bisa dilakukan, misalkan dinotariskan, atau pakai tuh, digital Forensik Bareskrim Polri. Ijazah Jokowi saja, bisa dinyatakan asli oleh digital forensik Bareskrim Polri.
Pertanyaan besarnya, kenapa Mendagri Tito percaya begitu saja apa yang disampaikan bawahannya? Apakah Mendagri tidak punya pikiran bahwa jika Kepmendagri yang diterbitkan itu karena tidak ada dokumen asli, padahal keberadaan dokumen itu tanggung-jawab Mendagri, akan menimbulkan komplikasi kebijakan, bahkan berdampak secara luas kredibilitas Pemerintah Pusat di mata Pemerintah Daerah khususnya yang pulaunya “dicaplok” akan berada pada titik nol.
Lantas, setelah heboh bahwa Presiden Prabowo akan mengambil alih persoalan, baru Mendagri kalang kabut, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menjelaskan kepada Pers, sebagaimana yang dikatakan Tito, bahwa atas perintah Mendagri Tito, supaya dicari lagi dokumen terkait sampai dapat. Akhirnya, dapatlah dokumen Kepmendagri terkait kesepakatan Kedua Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut yang menyepakati 4 pulau dimaksud berada di wilayah Provinsi Aceh.