Selain itu ada dua peraturan perundangan lain yang memayungi INA, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2020 tentang Modal Awal LPI dan PP No. 74 Tahun 2020 tentang LPI, INA atau LPI bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi investasi. Dalam menjalankan tugasnya, INA dapat menjalin kerja sama dengan mitra investasi, manajer investasi, BUMN, badan atau lembaga pemerintah, atau entitas lainnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Setelah melalui pembahasan di DD yang cukup berliku terkait dengan asumsi trafik dan bangkitan ekonomi, pajak (PPh atau PPn) dan masa pengelolaan, di tiga ruas JTTS, DD selesai pada September 2022. Diharapkan setelah September 2022 atau paling lambat akhir 2022, tiga ruas yang ditawarkan oleh PT HK, pengelolaan atau konsesinya sudah bisa beralih ke investor INA termasuk seluruh penanganan pinjaman yang saat ini menjadi beban PT HK.
Baca Juga:
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura Tinjau Inseminasi Buatan Sapi di Kabupaten Banggai
Namun disayangkan, menurut berita terakhir, calon investor INA yang terdiri dari Caisse de dépôt et placement du Québec (CDPQ), APG Asset Management (APG) dan anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) yang semula berminat pada tiga ruas JTTS tersebut, diduga membatalkan investasinya karena hasil DD di dua ruas JTTS tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Tentu jika ini terjadi, kelangsungan pembangunan JTTS akan terganggu atau tertunda karena INA atau PT HK harus mencari investor baru. Selain dengan PT HK, INA juga sudah mengantongi HoA dengan BUMN lain, seperti PT Pelindo melalui Belawan New Container Terminal (BNCT) dan sudah melakukan HOA dengan DP World.
Kita semua berharap proyek-proyek yang sudah jadi pasien INA dapat segera memperoleh investor. Sehingga proyek KPBU yang sudah selesai pembangunannya, pengelolaan berikut kewajibannya pada lembaga keuangan atau perbankan dapat diambil alih oleh investor dalam kurun waktu, misalnya 50 tahun atau lebih, sebelum nantinya dikembalikan lagi ke pemerintah Indonesia.
Langkah Strategis
Baca Juga:
Optimalkan pada Inovasi: Semen Merah Putih Capai Prestasi di Tengah Tantangan Regional
Untuk memperoleh keberhasilan sesuai dengan rencana memang tidak mudah. PT HK sebagai BUMN yang ditugasi membangun JTTS tentunya berharap besar pada INA supaya dapat segera menyelesaikan penugasan pemerintah tersebut. Jika terjadi hambatan (usulan ditolak karena hasil uji teknis aset atau DD tidak memenuhi hitungan komersial) ada baiknya Menteri PUPR, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan segera duduk bersama untuk dapat memberikan arahan kepada BUMN pemohon dan juga jajaran INA. Jalan yang ditempuh sudah panjang, namun jika gagal harus segera dicarikan solusinya supaya PT HK bisa melanjutkan pembangunan JTTS.
Langkah lain, segera INA bersama pemerintah (jika belum) membuat peta jalan (roadmap) investasi, menuntaskan konsolidasi internal, menerbitkan berbagai aturan turunan tentang INA, dan memastikan kelembagaan INA ke depan. Jika pemerintah memutuskan INA menjadi Kementerian Investasi, perubahan harus dilakukan secepatnya guna memberikan kepastian kepada investor. Patut diduga investor juga bingung membedakan peran INA dengan Kementerian Investasi, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan komunikasi yang baik dari INA ke banyak pihak terkait. Artikel ini telah terbit di Detiknews [ast]