Menjelang dan pasca pemilu, di masyarakat berkembang isu bahwa mahal dan langkanya beras di pasaran karena akibat stok beras digudang habis karena digunakan untuk diberikan kepada masyarakat dalam bentuk/yang diakibatkan teralih kepada bantuan sosial (bansos).
Di samping itu, kemelut minyak goreng sawit yang juga merupakan bahan pokok kebutuhan masyarakat sudah terjadi sejak November 2019 dan berlanjut sampai menjelang hari lebaran 2024 terutama harganya yang cukup tinggi.
Baca Juga:
Ternyata Begini Modus Bisnis Digital Sembunyikan Harga Sebenarnya, Konsumen Harus Tahu!
Krisis beras dan minyak goreng yang berkelanjutan dan berlarut² hingga pasca Pemilu lalu membuat rakyat sebagai konsumen termasuk para pedagang menderita. Peristiwa yang terjadi terhadap dua komoditas ini (beras dan minyak goreng) dapat dikatakan belum pernah terjadi sepanjang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Politik hukum perlindungan konsumen yang lain yang membebani masyarakat atau konsumen adalah kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung di bulan Februari 2019 atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat.
Baca Juga:
Menjelajahi Otak Konsumen di Dunia Mode Masa Depan
Akan tetapi Pemerintah kembali mengeluarkan lagi Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan (Perpres 64/2020).
Ironinya kebijakan tersebut diikuti dengan adanya kebijakan tentang sanksi pemberhentian pelayanan publik bagi konsumen penunggak iuran BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Jokowi (terutama masa lima tahun terakhir/pemerintahan kedua) cukup banyak kebijakan² (politik hukum perlindungan konsumen) yang membebani/memberatkan masyarakat sebagai konsumen, seperti kenaikan harga beras, krisis minyak goreng, kenaikan berbagai kebutuhan pokok sehari² (bawang, cabai dll), BPJS Kesehatan, gas 3 kg, BBM, listrik, pajak, pinjaman online dan lain-lain.