Untuk itu pemerintah bisa bekerja sama dengan para perusahaan yang mempekerjakan para pelaut tersebut atau asosiasi-asosiasi yang mewadahi para pelaut atau asosiasi perusahaan perikanan maupun pelayaran.
Permasalahan pelaut sebenarnya bukan hanya Covid-19 saja.
Baca Juga:
Arsjad Rasjid Jadi Ketua Dewan Pertimbangan, Anindya Bakrie Pimpin Kadin 2024-2029
Masih banyak permasalahan di luar itu.
Jumlah kasus eksploitasi, penelantaran atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bagi pelaut, masih cukup tinggi.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Basilio Dias Araujo, pada Februari 2021 lalu, sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2020 tercatat ada 5.371 kasus penelantaran dan eksploitasi bagi pelaut dan awak kapal perikanan.
Baca Juga:
Menko Airlangga Dorong Transformasi Sistem Ekonomi Pangan Pasca Pandemi
Selain itu, menurut Basilio, beberapa regulasi nasional terkait kelautan juga belum mengacu pada regulasi internasional.
Misalnya, belum meratifikasi ILO C188 dan CTA 2012 sehingga belum memberikan perlindungan maksimal bagi illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF) dan awak kapal perikanan.
Hal positifnya, Indonesia telah meratifikasi konvensi Port States Measures Agreement (PSMA) melalui Perpres Nomor 4/2016 dan Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) melalui Perpres Nomor 18/2019.