Kejahatan ini bisa terjadi dalam skala internasional maupun di tingkat individu.
Salah satu kejahatan AI yang berkembang pesat adalah penggunaan teknologi deepfake untuk melakukan penipuan berskala besar. Murray mengungkapkan contoh kasus penipuan menggunakan video deepfake untuk menyamar sebagai eksekutif perusahaan.
Baca Juga:
Pesan Paus Fransiskus Soal Ancaman AI Buat Umat Manusia
Penggunaan AI yang paling mengkhawatirkan adalah untuk menciptakan konten pelecehan anak. Teknologi generatif AI memungkinkan pelaku membuat ribuan gambar dan video pelecehan seksual anak secara sintetik, yang semuanya ilegal.
Kecanggihan deepfake membuat mata biasa sulit membedakan mana konten asli atau palsu. Namun, para peneliti Facebook mengatakan mereka telah mengembangkan kecerdasan buatan yang dapat mengidentifikasi deepfake dan melacak asal konten tersebut dengan menggunakan reverse engineering atau rekayasa balik.
"Metode kami akan memfasilitasi pendeteksian dan penelusuran deepfake dalam pengaturan dunia nyata, di mana gambar deepfake itu sendiri seringkali merupakan satu-satunya informasi yang dapat dianalisis," tulis ilmuwan riset untuk Facebook Xi Yin dan Tal Hassner, seperti dikutip NPR, beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Elon Musk Jual X ke Perusahaan AI Milik Sendiri Rp546 Triliun, Apa Maksudnya?
Perangkat lunak baru Facebook menjalankan gambar deepfake melalui jaringannya. Kemudian program AI mereka mencari sidik jari yang tertinggal dalam proses pembuatan yang digunakan untuk mengubah gambar digital.
"Dalam fotografi digital, sidik jari digunakan untuk mengidentifikasi kamera digital yang digunakan untuk menghasilkan gambar," jelas para peneliti.
Sidik jari itu juga merupakan pola unik yang sama-sama dapat digunakan untuk mengidentifikasi model generatif dari mana gambar itu berasal.