"Terus yang kedua, institusi yang melakukan research boleh itu. SADEWA juga bisa mendapatkan akses kepada data primer dari satelit Himawari itu," imbuhnya.
Terkait pemrosesan datanya, Adit mengatakan masing-masing institusi memiliki aplikasi sendiri yang digunakan untuk melakukan pemrosesan.
Baca Juga:
Peneliti Temukan Gunung Bawah Laut di Chile, 4 Kali Tinggi Burj Khalifa
"BMKG menggunakan aplikasi yang mereka kembangkan untuk mengolah data dan memberikan informasi kepada masyarakat, yaitu early warning. BRIN juga menggunakan data itu untuk kepentingan penelitian lebih lanjut," jelasnya.
Data primer sendiri disebut berkaitan dengan parameter-parameter cuaca, seperti temperatur udara, kelembapan udara, hingga densitas atau kerapatan awan, yang bisa dipakai untuk memperkirakan curah hujan.
Lebih lanjut, Adit menyebut akurasi soal prakiraan cuaca sulit dibandingkan. Namun, menurutnya ada komponen lain yang bisa dilihat terkait kualitas prakiraan cuaca, yakni resolusi.
Baca Juga:
Di Penghujung Masa Jabatan, Ketua DPRD Provinsi Jambi Raih Gelar Doktor Dengan Predikat Cumlaude
"Kalau namanya prakiraan itu enggak bisa dibandingkan (akurasinya). Susah dibandingkan, karena semua teknologi yang menggunakan pemrosesan data untuk dipakai memprakirakan objektif tertentu pasti dia punya nilai deviasi," terangnya.
"Apalagi terkait dengan cuaca, cuaca itu bersifat dinamis. Artinya, prediksi juga tidak bisa dilihat sejauh mana keakuratannya. Paling yang bisa kita lihat resolusinya," tambahnya.
Resolusi sendiri artinya kemampuan aplikasi untuk membedakan cuaca dalam rentang suatu jarak tertentu. Misalnya, aplikasi mampu membedakan cuaca dalam rentang 5 kilometer, berarti aplikasi tersebut memiliki resolusinya 5 kilometer.