"Amerika Serikat tidak boleh kalah dalam persaingan teknologi dengan Partai Komunis China," tegas LaHood. "RUU ini adalah langkah bipartisan yang masuk akal untuk memastikan aplikasi ini tidak menjadi alat pengawasan terselubung di perangkat pemerintah."
Langkah ini mengingatkan pada kebijakan pelarangan TikTok yang sempat diusulkan Kongres tahun lalu.
Baca Juga:
Elon Musk Jual X ke Perusahaan AI Milik Sendiri Rp546 Triliun, Apa Maksudnya?
Kala itu, Presiden Joe Biden menyetujui aturan yang mewajibkan TikTok melepaskan diri dari induk perusahaannya di China atau menghadapi larangan total di AS. Namun, hingga kini kebijakan tersebut masih tertahan.
Menariknya, Donald Trump—yang saat menjabat presiden dulu menginisiasi larangan TikTok—baru-baru ini justru menandatangani instruksi presiden untuk memperpanjang periode pencarian solusi atas masalah ini sebelum UU pelarangan diberlakukan.
Selain RUU DeepSeek, beberapa anggota Kongres juga mengusulkan langkah lebih ekstrem.
Baca Juga:
Hadapi Lonjakan Konektivitas Saat Ramadan dan Lebaran, Indosat Perkuat Jaringan dengan AI
Senator Josh Hawley dari Partai Republik, misalnya, mengajukan undang-undang yang dapat melarang ekspor dan impor teknologi AI dari China secara luas dengan alasan keamanan nasional.
Pengamat geopolitik teknologi, Dr. Samuel Richardson, menilai langkah AS ini sebagai bentuk strategi defensif dalam persaingan global.
"China telah menunjukkan perkembangan pesat di bidang AI. Jika AS tidak bergerak cepat, dominasi teknologi bisa beralih ke Timur," ujarnya.