Untuk mencegah dan mengantisipasi serta pemulihan bagi korban kekerasan seksual, Komnas Perempuan membuat Nota Kesepahaman Nomor 010/KNAKTP/MoU/VI/2021 pada 28 Juni 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan di Lingkungan Pendidikan dan Kebudayaan.
Hal tersebut direspons sangat baik oleh Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, maka keluarlah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai upaya pemerintah untuk menjamin hak warga negara mendapatkan pendidikan tinggi yang aman dan nyaman.
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
Permendikbud ini menjadi perangkat bagi perguruan tinggi untuk merespons dengan cepat dan tepat kasus kekerasan seksual, karena perguruan tinggi wajib membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang dipimpin oleh pimpinan perguruan tinggi.
Satuan tugas ini terdiri dari unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa dan anggotanya berjumlah gasal minimal lima orang.
Selain itu Satuan Tugas harus menerima kasus kekerasan seksual dengan mekanisme yang telah ditetapkan dalam prosedur, yaitu penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan untuk mencegah terulang kembali.
Baca Juga:
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bireuen Tangani Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Jika tidak terbukti terjadi kekerasan seksual, Satuan Tugas bertugas memulihkan nama baik terlapor.
Untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, pimpinan perguruan tinggi wajib untuk melakukan pemantauan dan evaluasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas, kemudian hasilnya dilaporkan kepada Menteri.
Jika perguruan tinggi tidak bersedia membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, maka bisa saja akreditasi Kampus tersebut turun.