WahanaNews.co, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk mengungkapkan kepada publik tentang upaya intervensi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus korupsi e-KTP enam tahun silam.
Agus menyatakan rasa kecewanya terhadap upaya pemberantasan korupsi yang semakin melemah.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Setelah masa kepemimpinannya berakhir pada tahun 2019, Agus mengungkapkan bahwa indeks persepsi korupsi terus mengalami penurunan, yaitu dari skor 40 pada tahun 2019 menjadi skor 34 pada tahun 2022.
"Saya termasuk yang kecewa itu," ungkapnya, mengutip Tempo.co, Rabu (6/12/2023).
Tak hanya itu, Agus mengatakan dia kecewa dengan demokrasi yang, menurutnya, telah dirusak.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Saya kecewa, demokrasi mundur," sebutnya.
Atas dasar itu, Agus mengaku berniat menyampaikan keterangan itu saat diwawancara sebuah media.
"Jadi bukan karena pertanyaan yang kemudian mendesak saya, tapi saya dari awal sudah minta izin akan buka itu," tuturnya.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan keraguan terhadap motivasi yang mendorong Agus Rahardjo untuk menyebut bahwa dirinya marah dan mengusulkan agar penyidikan KPK terhadap kasus korupsi e-KTP, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun, dihentikan.
Menurut versi Jokowi, pada tahun 2017, ia telah menyampaikan bahwa Setya Novanto, yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar, harus mengikuti proses hukum.
Jokowi menjelaskan bahwa proses hukum terkait politikus Golkar dalam kasus tersebut masih terus berlanjut dan berujung pada vonis 15 tahun.
“Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” kata Jokowi.
Pada sisi lain, sejumlah anggota Komisi III DPR dari berbagai fraksi memberikan tanggapan terhadap usulan untuk memanggil mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, sebagai respons terhadap pengakuan yang dia sampaikan terkait dugaan intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto.
Pengakuan Agus mendapat konfirmasi dari rekan-rekannya di KPK pada saat itu, termasuk Saut Situmorang dan Alexander Marwata.
Karena itu, sejumlah pihak mendorong agar Agus memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai kasus tersebut.
Usulan untuk memanggil Agus awalnya diajukan oleh anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman.
Benny menyatakan bahwa ia tidak ingin pernyataan yang disampaikan oleh Agus menjadi sumber polemik di tengah masyarakat.
Menurutnya, Agus perlu memberikan cerita secara detail agar tidak menimbulkan spekulasi.
"DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK," kata Benny saat dihubungi, Jumat (1/12).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, menilai keterangan Agus memang belum memenuhi syarat interpelasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pelaksanaan UU oleh pemerintah.
Namun, kata pria yang akrab disapa Tobas itu, keterangan Agus layak didalami. Menurutnya, kasus tersebut tetap relevan meski sudah terjadi beberapa tahun lalu.
"Bagaimana kita menjalankan hukum tanpa intervensi, itu masih relevan, jadi di isu itu yang kita diskusikan. Bukan soal pada kasusnya [e-KTP]," kata dia di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (5/12).
Terdapat perbedaan pandangan dari anggota Komisi III Fraksi Partai Golkar, Supriansa, terkait usulan untuk memanggil Agus. Menurutnya, pengakuan yang disampaikan oleh Agus saat ini sudah tidak relevan.
Supriansa tidak ingin mengulang kembali kasus yang telah terjadi di masa lalu. Terlebih lagi, menurutnya, kasus tersebut sudah memperoleh keputusan hukum yang tetap atau inkrah.
"Ikhtiar apa membuka kembali luka yang sudah sembuh," ujar Supriansa melalui pesan singkat pada hari Senin (4/12).
Pandangan serupa diungkapkan oleh Ketua Komisi III Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan oleh Agus sudah bersifat kedaluwarsa. Ia juga mempertanyakan alasan Agus mengungkapkan hal tersebut pada saat ini.
"Ini kan seperti barang yang sudah kedaluwarsa, begitu lho. Seharusnya, jika ini pernyataan dari orang yang bersangkutan masih menjadi Ketua KPK dulu, baru diucapkan saat itu. Ini menjadi kabur kalau seperti ini," ucap Pacul.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]