Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/P/Tahun 2023 tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024 Dan Pengangkatan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024.
Keppres Nomor 116/P/Tahun 2023 mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Pekanbaru Tersandung Kasus Korupsi, Kinerja Pemkot Jadi Sorotan
Padahal, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka aturan hukum ini yang berlaku.
Maka, seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan.
Baca Juga:
Hari Kedua Hakordia: KPK Lelang Apartemen hingga Rusun Rafael Alun
Namun, kata Romli, upaya penggantian Ketua KPK saat ini cacat hukum karena menggunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.
"Presiden menggunakan Undang-Undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi," imbuh dia.
Adapun dalam aturan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 disebutkan, ketika terjadi kekosongan pimpinan KPK, Presiden Republik Indonesia harus mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).