WahanaNews.co | Di mata Jusuf Wanandi, Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki karakteristik kepemimpinan yang ragu-ragu.
Hal inilah yang membuat SBY sepertinya menyerah sehingga tidak ada lagi dorongan untuk melakukan perbaikan dan sebagainya.
Baca Juga:
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumatera Utara Tenno Purba Ucapkan Selamat Atas Pelantikan Presiden Dan Wapres RI
Jusuf Wanandi mencontohkan ketika Partai Demokrat melakukan konvensi untuk memilih capres yang akan diusung pada Pilpres 2019.
"Mula-mula dia mau melaksanakan, sudah kumpul semua, sudah berhenti semua sebagai menteri tapi ternyata dibatalkan begitu saja. Jadi you can't see no guts," ujar Jusuf, melansir tayangan KOMPAS TV, Jumat (26/5/2023).
Jika dibandingkan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo, Jusuf menilai Jokowi merupakan orang yang sederhana tetapi bernyali.
Baca Juga:
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumut Tenno Purba Ucapkan Selamat Atas Pelantikan Presiden dan Wapres RI
Jokowi disebut juga mau berusaha untuk mencapai semua yang dinginkan. Hal ini membuat Jokowi berkeinginan mempertahankan program yang dibuat hingga memilih sosok yang cocok untuk melanjutkan programnya.
Menurutnya langkah Jokowi mencari seseorang yang cocok untuk menggantikannya dikarenakan dorongan agar program yang telah dibuat tidak sia-sia.
Bahkan orang-orang di sekitarnya mau memperpanjang jabatan Presiden Jokowi. Namun cara tersebut tidak diikuti oleh Jokowi.
"Jadi karena itu saya lihat tekanan yang diterima Jokowi memaksanya berbuat sesuatu untuk mengamankan agar dirinya tidak percuma menjadi seorang presiden. Karena itu dia ikut campur siapa yang jadi pengganti, kelihatan sekali," ujar Jusuf.
Lebih lanjut Jusuf menilai langkah Jokowi tersebut bukan karena sindrom pasca-kekuasaan, tetapi keinginan agar program pembangunan yang telah dibuat tetap berjalan.
Jusuf juga tidak sependapat bahwa langkah Jokowi yang ikut terjun ke bawah dalam menggodok calon pemimpin di Pilpres 2024 sudah berlebihan.
Menurut Jusuf, langkah tersebut tidak terlepas dari latar belakang Jokowi dari orang kecil yang merasakan bagaimana ketertinggalan.
Oleh karena itu setelah menjadi orang nomor satu di Indonesia, Jokowi mencoba memberikan yang terbaik untuk melanjutkan programnya selama mungkin.
"Saya kira ini tidak terlalu jauh, itu hal baik yang dilakukan Jokowi untuk mempertahankan hingga akhir masa jabatannya, semua perlu dilakukan sampai di akhir masa jabatannya," ujarnya.
"Kalau mau berarti harus bekerja sampai akhir, beliau ini mempunyai dorongan yang kuat untuk mempertahankan supaya masa depannya itu tidak percuma," pungkas Jusuf. [eta]