WahanaNews.co | Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Bawaslu di tingkat daerah untuk menelusuri dugaan kecurangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kabarnya telah meloloskan partai tertentu sebagai peserta Pemilu 2024.
Hasilnya, Bawaslu tidak menemukan bukti terkait dugaan kecurangan KPU itu.
Baca Juga:
Parpol dan Ormas Harus Jaga Moral dan Demokrasi Selama Pilkada 2024
"Jemput bola kan Bawaslu tingkat daerah, ada enggak sih perintah itu? Buktinya apa? Katanya ada WA (pesan WhatsApp) yang beredar, mana WA-nya? Kan tidak ada," ujar Bagja saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
Berdasarkan informasi yang diterima wartawan, pesan WA itu datang dari KPU pusat kepada KPU daerah untuk meloloskan partai tertentu.
Sementara itu, menurut dia, Bawaslu di tingkat daerah juga tidak menerima laporan terkait dugaan kecurangan KPU dalam proses verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024.
Baca Juga:
Habiburokhman Prediksi Hak Angket Tak Berlanjut: 70% Anggota DPR Sudah "Move On"
Dia menegaskan, tidak ada laporan yang masuk terkait hal tersebut.
"Belum ada laporan dan juga kami tanya ke beberapa Bawaslu tingkat daerah juga belum ada yang laporkan, Bawaslu tingkat daerah," kata dia.
Walau begitu, Bagja meminta agar KPU membuka permasalahan tersebut supaya menjadi terang.
"Terutama karena tidak diberitahukan obyek pengawasan. Obtek verifikasi faktual pada saat itu. Saya berikan teguran ke teman-teman KPU untuk membuka hal tersebut," ujar Bagja.
Sebelumnya, KPU RI dituding meloloskan verifikasi faktual Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dengan memanipulasi data.
Kuasa Hukum dari Themis Indonesia Law Firm, Ibnu Syamsu Hidayat, yang menyampaikan somasi kepada KPU RI pada Selasa lalu, mengatakan bahwa kecurangan ini diduga dilakukan oleh anggota dan pejabat KPU RI, serta anggota dan pejabat KPU provinsi, kabupaten, kota.
Ibnu menyebut, kecurangan yang dilakukan berupa praktik mengubah data partai politik dalam Sistem Informasi (Sipol) dan mengubah status tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) untuk ketiga parpol tersebut.
Padahal sebelumnya, berdasarkan laporan yang dia terima dari kliennya, parpol tersebut tidak memenuhi syarat. Ketiganya juga merupakan partai baru yang belum memiliki kursi di DPR RI.
Beberapa klien yang merupakan komisioner dan pegawai teknis KPU daerah yang tidak ingin terlibat praktik kecurangan juga melaporkan adanya intimidasi dari pihak-pihak terkait.
"Berdasarkan cerita dari teman teman adanya sebuah dugaan intimidasi dari KPU pusat kepada teman-teman di daerah kepada KPU di provinsi maupun daerah untuk melakukan hal itu," kata Ibnu, Selasa.
Ibnu menyebut, pelapor kecurangan ini berjumlah sekitar 9 orang dari 3-5 kabupaten/kota dan dua provinsi.
Namun, dia enggan membeberkan identitas untuk melindungi dan menyelamatkan pelapor.
Ia pun akan berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait kasus ini.
Ia juga telah melayangkan somasi kepada KPU RI dan akan menindaklanjuti secara serius melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena diduga adanya pelanggaran etik. Jika ada temuan tindak pidana, pihaknya akan melaporkan lewat jalur hukum.
"Kami memberikan jangka waktu 7 hari untuk menindaklanjuti somasi kami. Apabila 7 hari tidak ditanggapi, maka kami akan menyampaikan atau akan mengambil tindak lanjut atau langkah hukum selanjutnya," ucap Ibnu. [rna]