Menurut Daniel, Rudy juga melakukan framing dalam kasusnya dengan menyelidiki kasus peredaran BBM ilegal usai ditangkap. Menurut Daniel, Rudy menjadikan tempat karaoke, lokasi tempat ia ditangkap, sebagai safe house atau bagian dari tempat operasi.
"Selalu mengakui tindakan yang di karaoke ini adalah dalam rangka anev kasus BBM, dan selalu mengatakan karaoke ini adalah tempat safe house mereka untuk rapat," kata Daniel.
Baca Juga:
Kantor Imigrasi Agam Gelar Sosialisasi Penguatan Program Desa Binaan di Kotim
Keterangan dan kronologi yang disampaikan Daniel berbeda dengan Wakil Ketua Jarnas Anti TPPO, Paschal. Menurut dia, Rudy dijebak di tengah jalan saat hendak menggerebek lokasi penimbunan BBM subsidi jenis solar milik Ahmad Anshar.
Dalam penggerebekan pada 25 Juni lalu itu, Rudy menurut Romo Paschal, diminta Kasatreskrim Reskrim menepi dan menunggu di sebuah rumah makan. Sementara, komando atas anggota yang melakukan penggerebekan dilakukan orang lain.
Di rumah makan, saat menunggu, Rudy sempat meminta ditemani dua anggota Polwan. Namun, karena hal itulah ia justru dituduh melakukan pelanggaran etik.
Baca Juga:
Maruli Siahaan: Penegakan Hukum Imigrasi Butuh Data Intelijen yang Lebih Kuat
"Saya enggak tahu, ini benar nggak Rudy karaoke siang-siang ini," kata Romo Paschal dalam rapat.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba ada seorang anggota Propam Polda NTT yang hadir di lokasi dan mendapati Rudy sedang bersama dua polwan juniornya. Namun, kata Paschal, anggota lain yang baru tiba usai penggerebekan justru dilarang masuk.
"Pertama kami merasa Jarnas melihat adanya skenario kriminalisasi terhadap Ipda Rudy Soik secara terstruktur sistematis dan masif oleh oknum polisi Polda NTT untuk menghentikan langkahnya untuk mengungkap kejahatan BBM bersubsidi," kata Paschal.