WahanaNews.co, Jakarta - Kuasa hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah mengungkapkan, pihaknya ia mencium kejanggalan dalam proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.
Syahrul Yasin Limpo berstatus tersangka kasus dugaan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Selanjutnya, KPK melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (12/10/2023) petang.
Febri Diansyah menilai bahwa proses hukum terhadap eks Mentan dilakukan secepat itu. Artinya, dalam satu hari yang sama KPK mengirimkan dua surat yang berbeda pada Syahrul Yasin Limpo.
"Kami tidak tahu kejanggalan-kejanggalan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa," ungkap Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023) dinihari, melansir Kompas.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
Febri menjelaskan bahwa KPK memanggil Syahrul Yasin Limpo untuk diperiksa sebagai tersangka pada 11 Oktober 2023.
Tetapi, tim kuasa hukum menyampaikan konfirmasi ketidakhadiran eks Mentan itu lantaran perlu menemui ibunya, di Makassar.
Di hari yang sama, KPK mengeluarkan surat panggilan kedua untuk Syahrul Yasin Limpo dipanggil pemeriksaan pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Namun, belum sampai hari pemeriksaan yang telah ditentukan, KPK menangkap eks Mentan itu pada Kamis 12 Oktober 2023.
Febri mengatakan, dalam proses ini, terungkap bahwa surat penangkapan juga dikeluarkan pada tanggal 11 Oktober 2023. Artinya, surat penggilan kedua dan surat penangkapan dikeluarkan pada hari yang sama.
"Jadi, kalau kita runut tanggal 11 Oktober itu jadwal pemanggilan pertama, kemudian Pak Syahrul melalui kuasa hukum mengirim surat ingin menjenguk ibunya yang sedang sakit di Makassar," ujar Febri.
Namun, sambungnya, di tanggal 11 itu juga, di hari yang sama itu juga, ada surat perintah penangkapan dan panggilan kedua.
Mantan Juru Bicara KPK ini menganggap bahwa proses hukum terhadap kliennya berlangsung dengan sangat cepat oleh lembaga antikorupsi tersebut.
Meskipun tim kuasa hukum dan penyidik telah berkoordinasi dan memastikan bahwa Syahrul akan bersikap kooperatif selama pemeriksaan yang dijadwalkan pada Jumat, Febri menyatakan bahwa rentetan proses ini terjadi dengan sangat cepat.
Dia juga menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan proses pemanggilan tersangka lainnya, terdapat banyak pertanyaan yang timbul terkait dengan kecepatan proses ini.
Sebagai catatan, selain Syahrul Yasin Limpo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta, juga telah menjadi tersangka dalam kasus ini.
Mereka diduga menerima uang dari setoran yang dimintakan secara paksa kepada sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di internal Kementan.
Sejauh ini, KPK menduga uang yang dinikmati Syahrul bersama-sama dengan Kasdi dan Hatta sejumlah sekitar Rp 13,9 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]