WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diduga terlibat dalam pengalokasian dana yang tak wajar dalam proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated, yang lebih dikenal sebagai Jalan Layang atau Tol MBZ (Mohammed bin Zayed).
Informasi tersebut diungkapkan oleh seorang saksi, yakni seorang pejabat dari PT Waskita Karya, Sugiharto.
Baca Juga:
Terkait Kasus Korupsi Tol MBZ, Kejagung Periksa Mantan Direktur Jasamarga
Sugiharto, mantan Supervisor (SPV) di PT Waskita Karya, memberikan kesaksian di persidangan kasus korupsi terkait pembangunan Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (14/5/2024).
Dia memberikan keterangan mengenai empat terdakwa dalam kasus ini: mantan Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang di JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan di PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; serta Sofiah Balfas yang dulunya menjabat sebagai Direktur di PT Bukaka Teknik Utama.
Menurut Sugiharto, jumlah uang yang diduga diberikan kepada BPK terkait proyek Jalan Tol MBZ ini mencapai Rp 10,5 miliar.
Baca Juga:
Terkait Kasus Tol MBZ, Kejagung Periksa Mantan Kepala BPJT PUPR
Dia mengatakan bahwa atasannya, Bambang Rianto, yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Operasional di Waskita Karya, memerintahkan dia untuk menyediakan uang tersebut.
"Saya pada saat itu diinstruksikan oleh Direktur Operasional saya, Pak Bambang, 'Tolong disediakan dana di Japek ini untuk keperluan ke BPK 10 milaran lah pak,'" beber Sugiharto dalam persidangan, mengutip Tribunnews.
Untuk memenuhi permintaan itu, Sugiharto mengaku terpaksa membuat proyek fiktif.
Proyek fiktif yang dimaksud berupa patching atau penambalan pada Jalan Tol MBZ pada tahun 2021.
"Ya pekerjaan fiktifnya itu saya karena sudah selesai 100 persen pak, pemeliharaan, hanya patching-patching saja buat saya pak," kata Sugiharto.
Diungkapnya, atasannya itu tidak mau tahu cara dirinya memenuhi uang pelicin Rp10,5 miliar permintaan BPK itu.
Atasannya hanya ingin bisa segera tersedia uang Rp 10,5 miliar untuk keperluan BPK.
"Atasan saudara langsung siapa? Pak Dir?" tanya jaksa penuntut umum.
"Pak Dir Operasional," jawab Sugiharto.
"Tahu juga keputusan saudara?" tanya jaksa lagi.
"Kalau Pak Bambang ya tahunya yang penting ada untuk keperluan 10 miliar."
Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah mendakwa para terdakwa atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa mereka merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.
Mereka kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]