WahanaNews.co | Partai Buruh dan organisasi serikat buruh tolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker).
Buruh menuntut 9 poin utama sebagai landasan revisi Perppu Ciptaker.
Baca Juga:
Mahfud Ungkap Alasan Jokowi Terbitkan Perppu Ciptaker
"Sikap Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh menyatakan pasal yang ada di perppu itu harus dicabut dan diperbaiki. Dengan demikian ada peluang untuk memperbaiki pasal-pasal lain yang diminta, diusulkan oleh serikat buruh, termasuk Partai Buruh kepada pemerintah," tegas Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (2/1).
Iqbal menjelaskan serikat buruh sebenarnya sudah berdiskusi secara informal dengan unsur pengusaha, yakni Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Buruh juga telah mencapai kesepahaman berupa 9 poin penting yang harus diakomodasi dalam Perppu Ciptaker.
Baca Juga:
Perspektif Yusril Ihza Mahendra soal Perppu Ciptaker
Pertama, upah minimum.
Kedua, soal outsourcing alias tenaga ahli daya.
Ketiga, pesangon.
Keempat, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak dipermudah.
Kelima, karyawan kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Keenam, pengaturan jam kerja.
"Kami sudah minta perbaiki itu (jam kerja). Bahwa kalau 5 hari kerja, liburnya 2 hari dalam seminggu. Kalau 6 hari kerja, liburnya sehari. Eh, pembuat perppu ini malah gak ngikutin, buru-buru dan nampaknya pembuatnya sama (dengan UU Ciptaker)," tegas Iqbal.
Ketujuh, pengaturan soal cuti, termasuk buruh atau pekerja perempuan.
Menurut Iqbal, upah pekerja perempuan yang mengambil cuti melahirkan atau haid harus dibayarkan.
Namun, dalam Perppu Ciptaker dan UU Ciptaker hal tersebut tidak dijamin.
Iqbal menyalahkan pembuat perppu yang tak mendengar aspirasi buruh tersebut.
Menurutnya, jangan salahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak mendetail mencermati keseluruhan isi Perppu Ciptaker tersebut, melainkan pembuat yang menurutnya adalah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Kedelapan, terkait tenaga kerja asing (TKA).
Kesembilan, sekaligus yang terakhir adalah tentang sanksi pidana yang dihapuskan.
Di mana sebelumnya dimuat dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, lalu dihapuskan di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker dan berlanjut ke Perppu Ciptaker.
"Ada 9. Itu sudah ada kesepahaman dengan tim Kadin. Partai Buruh tidak percaya dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), kami juga tidak percaya dengan DPR RI. Dibahas-dibahas, dibentuk tim kecil di DPR RI, hasilnya dibuang ke keranjang sampah," pungkas Iqbal. [rna]