WahanaNews.co | Penanganan dan perlakuan oknum polisi terhadap para demonstran di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-389 Kabupaten Tangerang menyisakan pertanyaan.
Terlebih setelah beredarnya video singkat seorang anggota polisi yang membanting mahasiswa ala "Smackdown" ke trotoar heboh di jagat maya.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Beberapa diantaranya, mempertanyakan soal Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian dalam menangani massa aksi.
Dalam penanganannya, secara umum warganet cenderung menilai SOP kepolisian tidak humanis karena membanting badan, memukul, melukai, hingga menendang.
Namun ternyata, kepolisian memiliki aturan khusus yang mengatur hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 (Perkapolri 9/2008) tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Baca Juga:
Melawan dengan Senjata, Begal Sadis Ditembak Mati di Deli Serdang
Selain itu, juga ada Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Berikut ini SOP kepolisian dalam menangani para demonstran:
1. Melindungi Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Pasal 13 Perkapolri 9/2008, berikut ini yang perlu menjadi dasar penanganan massa aksi bagi aparat keamanan:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Hal tersebut tentu mengacu pada diperbolehkannya menggelar demonstrasi atau unjuk rasa sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998).
2. Penindakan tegas massa aksi yang anarkis dapat dilakukan dengan menangkap dan diperlakukan secara manusiawi
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008, sebagai berikut:
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
Kendati demikian, pelaku pelanggaran yang telah ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).
3. Pemukulan massa aksi adalah bentuk pelanggaran, meski dengan dalih keadaan darurat dan terpaksa
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Selain itu, pemukulan sebagai sebuah pelanggaran juga tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Di dalam Protap itu tidak mengenal adanya kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.
Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa.
Protap juga melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas:
Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa
Melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur
Membawa peralatan di luar peralatan dalmas
Membawa senjata tajam dan peluru tajam
Keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan
Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa
Mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa
Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan
Sehingga, dengan alasan apapun, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran. [qnt]