WahanaNews.co | Pengungkapan kasus terkait korupsi ekspor benih lobster (benur) yang dilakukan oleh mantan Menteri
Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, terus bergulir.
Hari ini, Rabu (10/3/2021), jaksa menggelar sidang yang menghadirkan
terdakwa Suharjito sebagai orang yang menyuap Edhy Prabowo.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Dalam
sidang itu, jaksa juga menghadirkan saksi, yakni Sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam hal
ini, Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengungkapkan percakapan yang menunjukkan
mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo, menyetujui penghentian penyidikan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (BC) terhadap PT Aero Citra Kargo (ACK).
Percakapan
tersebut terungkap dalam WhatsApp,
yang mana ada percakapan antara Sekretaris Pribadi Edhy, yaitu Amiril Mukminin, dengan Staf Khusus Edhy bernama Safri.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Hal itu
ditampilkan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Amiril: Abang izin, tadi aku sudah lapor bokap,
untuk BC ke ACK akan keluarkan SP3K dengan intervensi pak An
Safri: Bokap ok
Amiril: Iya bro. Kemarin memang gitu arahan yang gue
sampaikan ke pak An. Arahan bokap
Safri: Segera keluarkan bg SP3Knya kata bokap
Amiril: OK siap bro laksanakan
Dalam
sidang itu pun hakim sidang langsung mempertanyakan isi percakapan tersebut,
siapa yang disebut bokap dan apa
singkatan BC hingga ACK itu kepada Amiril.
"Bokap ini siapa? Jawab saja, bokap kan bisa ayah kandung atau ayan
calon mertua," kata ketua majelis hakim, Albertus Usada.
"Bapak, Pak," jawab Amiril, yang saat
itu menjadi saksi dalam sidang tersebut.
Sebagaimana
diketahui, Amiril menjadi saksi untuk terdakwa, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, yang didakwa memberikan suap, yakni
senilai Rp 2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS atau
sekitar Rp 1,44 miliar dan Rp 706.055.440,00 kepada mantan Menteri
Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Selanjutnya, atas jawaban Amiril tersebut, hakim pun kembali mempertanyakan bahwa siapa yang
disebut "bapak" dalam percakapan ketiga orang terdekat
Edhy itu.
"Bapak
siapa?" tanya hakim.
"Pak
Menteri," jawab Amiril.
"Kalau AN, siapa? Jangan lupa ingatan. Ingat ya, Saudara juga tersangka. Jangan ditutup-tutupi, supaya Saudara nyenyak nanti tidurnya," kata Hakim
yang kembali bertanya.
"Kayaknya
Bang Andreau," jawab Amiril.
Dalam
pertanyaan antara hakim dengan Amiril sebagai saksi tersebut, Hakim memberikan
pertanyaan seperti apa itu "SP3K", yang mana Amiril menjawab bahwa itu merupakan surat
perintah pemberhentian penindakan.
Kemudian diketahui bahwa BC itu istilah Bea
Cukai, Amiril pun menyatakan bahwa seingat dirinya hal itu terkait masalah di
Bea Cukai.
Akan
tetapi, hal itu dikaitkan dengan adanya intervensi. Maka Hakim pun balik
mempertanyaan maksud tersebut.
"BC itu
apa?" tanya hakim.
"Bea
cukai," jawab Amiril.
"Jadi,
pengertiannya apa?" tanya hakim.
"Seingat
saya, ada masalah di Bea Cukai," jawab Amiril.
"Kok ada
intervensi?" tanya hakim.
"Kayaknya
terkait info ACK gagal kirim," jawab Amiril.
"Jangan
kayaknya, kan saudara
yang kirim," kata hakim, menegaskan.
Selanjutnya,
dalam dakwaan disebutkan PT ACK dipakai Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo untuk menjadi perusahaan jasa pengiriman kargo ekspor benih bening lobster (BBL).
Kemudian,
pengiriman tersebut dilakukan sejak April 2020.
Komposisi
pemegang saham PT ACK, yaitu Achmad Bachtiar selaku representasi Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin, mendapat dividen sebesar 41,65 persen.
Selain
itu, Yudi Surya Atmaja sebagai representasi Siswadi Pranoto Loe sebesar 16,7
persen, dan Amri sebesar 41,65 persen.
Diketahui
pula bahwa bagian Finance PT ACK bernama Nini, pada periode Juli-November 2020, setiap sebulan
sekali membagikan uang yang diterima dari PT DPPP, dan perusahaan-perusahaan
eksportir benih lobster lain, kepada pemilik saham PT ACK.
Hal itu
seolah-olah sebagai dividen, yaitu kepada Achmad Bachtian senilai Rp 12,312 miliar, kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar, dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.
Selain
itu, uang dari biaya operasional tersebut lalu dikelola Amiril Mukminin atas
sepengetahuan Edhy Prabowo, kemudian untuk membeli sejumlah
barang atas permintaan Edhy Prabowo. [dhn]