WahanaNews.co | Perbincangan antara politikus senior Partai Demokrat, Marzuki Alie, dengan mantan Anggota DPR, Akbar Faizal, dalam konten YouTube, menuai reaksi dari Sekjen PDI
Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Hasto menganggap, obrolan keduanya
yang kemudian mengungkap kejadian lama hubungan Megawati Soekarnoputri dan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa secara gamblang terungkap.
Baca Juga:
Kasus Judol Komdigi Polisi Benarkan Alwin Jabarti Kiemas Salah Satu Tersangka
Diceritakan soal pernyataan SBY kepada
Marzuki yang mengatakan bahwa Megawati telah kecolongan sebanyak dua kali dalam
Pemilihan Presiden 2004 dianggap menguatkan soal isu yang
sempat berkembang selama ini.
"Satyameva Jayate yang bermakna hanya kebenaran yang berjaya
merupakan semboyan bahasa Sansekerta. Kebijaksanaan ini mungkin sama
dengan kebijaksanaan masyarakat Indonesia yang selalu percaya kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa. Dengan
pernyataan seperti Tangan Tuhan bekerja bahkan lewat cara yang kadang tak
disangka manusia itu sendiri," kata Hasto, dalam
keterangannya yang diterima Rabu (17/2/2021).
Hasto menilai, bisa saja pernyataan
Marzuki, elite dan juga mantan Sekjen Partai Demokrat, benar
adanya.
Baca Juga:
Kebuntuan Negosiasi Jadi Penghambat Utama Pertemuan Megawati-Prabowo
Berdasarkan obrolan antara Marzuki dan
Faisal, dikatakan bahwa niat SBY membentuk partai adalah menjadi Calon Presiden.
Dalam percakapan itu, Marzuki memang
diajak masuk ke Demokrat, padahal statusnya sebagai pucuk
pimpinan di perusahaan BUMN.
Di sisi lain, Hasto juga menyatakan
bahwa kala maju di Pilpres 2004, SBY kerap menampilkan diri seolah-olah dirinya
tengah dizalimi.
"Dalam politik, kami
diajarkan moralitas politik, yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa
yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum
moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang
memiliki desain pencitraan tersendiri, termasuk istilah kecolongan dua kali
sebagai cermin moralitas tersebut. Jadi, kini
rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh bu Mega. Ternyata kebenaran sejarah
membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik
pencitraan," kata dia.
Hasto mengatakan, dia memahami jika tindakan mendzalimi diri sendiri yang dilakukan
SBY dipakai sebagai "jurus" ketika hendak maju kontestasi.
Kemudian Hasto mengatakan bahwa ia pula
sempat mendengar cerita dari Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(Fisipol) Universitas Gadjah Mada, mendiang Cornelis Lay, yang juga teman diskusi Megawati.
Cornelis pernah mengatakan bahwa
Megawati ketika menjadi Presiden sempat mendapat bisikan dari salah satu elite
partai yang mempertanyakan pemilihan SBY sebagai Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Kemananan.
Elite itu mempertanyakan hal tersebut
karena mertua SBY, yakni Sarwo Edhie, pada zaman dahulu dianggap tidak sejalan dengan ayah Megawati,
Presiden pertama Soekarno.
Peristiwa lain yang diceritakan kepada
Megawati adalah mengenai penyerangan Kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
Cornelis pun kemudian mendengar
jawaban Megawati bahwa ditunjuknya SBY semata-mata demi rekonsiliasi dan
mengedepankan rasa persatuan.
Sekjen PDIP kemudian menilai bahwa
pernyataan Marzuki Alie akhirnya adalah bagian dari dialektika dari sejarah
kebenaran itu.
"Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham mengapa Blok
Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, pasca-Pilpres 2004 lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah, kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang
kecolongan," lanjut Hasto. [qnt]