WahanaNews.co | Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menduga Lukas menyalahgunakan dana operasional yang bersumber dari APBD. Selama 2019-2022, dana sebesar Rp 1 triliun digunakan untuk belanja makan dan minum.
Selain karena jumlahnya yang fantastis, KPK juga menemukan alokasi belanja makan dan minum yang tak wajar dan tidak rasional karena diduga fiktif.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
“Belanja makan minum, bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiganya digunakan untuk belanja makan minum itu satu hari berarti Rp 1 miliar untuk belanja makan minum,” ungkap Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, mengutip Kompas.com, Selasa (27/6/2023).
Menurut Alex, ketika KPK menelisik lebih lanjut ditemukan ribuan kuitansi pembelian makan dan minum yang diduga fiktif.
Sebab, restoran yang tercantum dalam kuitansi itu membantah menerbitkan bukti pembayaran belanja makan dan minum Pemprov Papua.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
“Kami sudah juga cek di beberapa lokasi tempat kuitansi itu diterbitkan ternyata itu juga banyak yang fiktif,” tutur Alex.
Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu mengatakan, pihaknya perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menelusuri lebih lanjut dugaan pembelian makan dan minum fiktif itu.
Lebih lanjut, Alex menyoroti proses Surat Pertanggunjawaban (SPJ) penggunaan dana operasional Gubernur Papua yang tidak berjalan dengan baik.
Menurutnya, dalam SPJ itu hanya dicantumkan pengeluaran yang tidak disertai bukti dan tujuan penggunaan uang negara tersebut.
“Tentu kalau kita mau memverifikasi secara utuh memerlukan waktu yang sangat lama,” tutur Alex.
Lukas Enembe mulanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.
Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.
Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.
Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.
Dalam proses penyidikan, KPK kemudian menemukan berbagai informasi dan menetapkan Lukas sebagai tersangka TPPU.
Ia diduga secara sengaja menyembunyikan kekayaannya yang bersumber dari tindak pidana korupsi.
Sejauh ini KPK telah menyita puluhan aset Lukas senilai ratusan miliar termasuk uang Rp 81,6 miliar hingga biji emas di dalam botol minum. [eta]