WahanaNews.co, Jakarta - Sanksi peringatan bagi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan 6 komisioner lainnya karena terbukti melanggar kode etik soal kebocoran data pemilih, dianggap dapat memberikan contoh buruk bagi KPU di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
"Ketika KPU RI sendiri tidak mampu menjadi teladan, saya khawatir hal ini akan diikuti oleh KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Apalagi tidak ada sanksi serius yang diberikan," ungkap Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, melansir Kompas, Kamis (16/5/2024).
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
Menurut Neni, deretan sanksi yang diberikan kepada ketua dan komisioner KPU saat ini dapat memengaruhi integritas pemilihan umum.
Kekhawatiran ini semakin besar mengingat pada November 2024 mendatang, masyarakat akan melaksanakan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
"Semakin banyak penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas, liar dan sulit dikontrol maka akan memiliki pengaruh signifikan pada proses dan hasil yang sedang dijalankan," ujar Neni.
Baca Juga:
Debat Terakhir Pilgub Sultra 2024 Fokus pada Isu Lingkungan
Neni juga menyayangkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap pelanggaran etik ketua dan para komisioner KPU kurang tegas.
"Ketika putusan DKPP ini tumpul, lalu kita bisa berharap kepada siapa lagi untuk bisa membenahi integritas, moralitas serta profesionalitas penyelenggara Pemilu," papar Neni.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hasyim dan para komisioner KPU yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz dijatuhi sanksi peringatan keras oleh DKPP.