WahanaNews.co I Penanganan delik perkara penistaan
agama oleh pihak Kepolisian sering kali terjadi polemik, oleh karenanya Ketua
Umum Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul, SH.,MH, meminta agar Kapolri menerbitkan
peraturan baku dalam menangani perkara penistaan agama.
Baca Juga:
Polda Metro Jaya Selidiki Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Eks Kepala Kantor Bandara
"Polemik tentang pasal penistaan agama yang menjerat 4
tenaga kesehatan di RS Djasamen Saragih Pematang Siantar baru ini, mengundang
keprihatinan bagi banyak kalangan. Karena
tidak seharusnya tenaga kesehatan yang hanya memandikan jenazah ditetapkan
tersangka oleh Kepolisian, walaupun akhirnya dihentikan penuntutannya oleh
Kejaksaan," kata Lamsiang Sitompul menjelaskan kepada WahanaNews.co
melalui pesan WhatsAap Jumat, (26/02/2021)
Dia menguraikan, sejumlah perkara yang menjerat para
tersangka atas pasal penistaan agama hingga saat ini masih multi tafsi, bahkan di
kalangan para ahli hukum sendiri. Kerap orang-orang yang ditersangkakan dan
dihukum dengan pasal penistaan agama, justru sesungguhnya merasa tidak melakukan
perbuatan sesuai dengan rumusan pasal penistaan agama .
Baca Juga:
Dugaan Penistaan Agama, Polda Metro Jaya Panggil Istri Pejabat Kemenhub
Untuk mencegah hal itu, maka Dewan Pimpinan Pusat Horas
Bangso Batak (DPP HBB) meminta Kapolri untuk menerbitkan pedoman penanganan perkara
tentang penistaan agama atau keputusan bersama antara kepolisian, kejaksaan dan
kehakiman yang di susun bersama dengan para ahli hukum, yang bertujuan untuk
mencegah adanya kesan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan dengan Pasal
penistaan agama .
Menurut Lamsiang, pasal 156 (a) KUHP sering dimanfaatkan
oleh sekelompok orang untuk mengkriminalisasi orang lain, dengan memaksakan
penafsiran pasal penistaan agama menurut pendapatnya.
"Kalau kita lihat orang-orang yang ditersangkakan
dengan pasal ini sejujurnya tidak melakukan satu perbuatan sesuai dengan apa
yang dirumuskan dalam undang-undang itu," jelasnya.
Lebih lanjut, jika mencermati isi undang-undang itu, bahwa penistaan
agama adalah tindakan yang menganjurkan atau melakukan kegiatan ajaran agama
yang menyimpang dari ajaran agama tertentu. Jadi sebenarnya, penistaan agama
lebih kepada ajaran sesat, seperti kasus Lia Eden ataupun Akhmad Musadeq.
"Banyak kasus-kasus yang selama ini dituduh menista agama
jutru jadi polemik di masyarakat, misalnya kasus Arswendo, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) di DKI Jakarta, Meiliana di Tanjung Balai dll," tambahnya.
Pasal tentang Penistaan Agama sesuai pasal 1 UU No.
1/PNPS/1965 menyatakan : "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka
umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk
melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan
keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari
pokok-pokok ajaran agama itu."
"Jadi keputusanKapolri bersama
Kejaksaan dan Kehakiman serta Ahli Hukum Pidana selanjutnya dapat menjadi acuan
kepada semua Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim dalam menangani perkara kedepan, agar
jangan sampai ada kesan orang dikriminalisasi dengan pasal penistaan agama,"
pinta Lamsiang. (tum)