WahanaNews.co | Terkait penembakan dokter Sunardi karena dugaan kasus dugaan terorisme, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bakal memanggil Densus 88 Antiteror Polri.
Diketahui, Sunardi ditembak hingga tewas karena melawan saat penggerebekan di Sukoharjo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
2 Teroris Afiliasi JAD dan ISIS Ditangkap Densus 88 di Bima NTB
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pemanggilan pihak Densus 88 akan dilakukan pada pekan depan. Namun, waktu pastinya belum dijabarkan.
"Semoga minggu depan kami dapat memanggil Densus 88 agar ada keterangan yang komprehensif," tutur Anam dalam keterangan video, Minggu (13/3/2022).
Menurut Anam, permintaan keterangan terhadap Densus 88 dinilai penting untuk membuat peristiwa terang benderang. Pasalnya, di ruang publik banyak spekulasi liar ihwal kejadian ini.
Baca Juga:
Sebar Ancaman Teror saat Kedatangan Paus, Densus 88 Usut Motif 7 Pelaku
"Agar sesegera mungkin kami mendapat informasinya dan membuat terangnya peristiwa. Kalau kita membaca di ruang publik banyaknya informasi yang berdiri menyampaikan informasi dengan berbagai latar belakang dan perspektifnya," ujarnya.
Dirinya berharap, pihak Densus 88 dapat hadir langsung memenuhi permintaan keterangan tersebut. Anam juga meminta Densus 88 dapat membawa barang bukti yang berkaitan dengan peristiwa.
"Kami berharap ketika teman-teman temen Desnsus 88 datang ke Komnas HAM bisa membawa bukti-bukti yang menunjang keterangan. Sehingga kerjanya cepat, kita bisa efektif memotret apa peristiwa dan bagaimana peristiwanya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Polri mengklaim keputusan Anggota Densus 88 Antiteror menembak dokter Sunardi sudah sesuai prosedur. Upaya penangkapan terduga teroris itu dilakukan di Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu 10 Maret 2022 malam.
"Tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian, dalam hal ini Densus sudah sesuai prosedur," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada awak media, Jakarta, Jumat 11 Maret 2022.
Ramadhan menjelaskan, keputusan itu sesuai dengan KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, maupun Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
"Yaitu melakukan tindakan tegas terukur dengan alasan tindakan tersebut dilakukan karena tindakan tersangka sudah membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa masyarakat dan petugas Polri," ujarnya. [bay]