WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tragedi kematian Brigadir Nurhadi, anggota Bidang Propam Polda NTB, terus menyisakan teka-teki yang belum terjawab.
Di balik proses penyidikan yang berjalan, muncul cerita dari pihak keluarga yang menyiratkan adanya tekanan dan dugaan intervensi dari level yang lebih tinggi.
Baca Juga:
Diplomat Kemlu Ditemukan Tak Bernyawa dengan Wajah Terlakban, Ada Sidik Jari di TKP
Apakah kasus ini benar-benar akan tuntas atau justru kian kabur?
Penyidikan atas kematian Brigadir Nurhadi masih bergulir. Keluarga korban mengungkap bahwa tak lama setelah insiden itu, mereka didatangi oleh tujuh orang aparat.
“Waktu datang 7 orang dia bilang sama saya untuk jangan mempersulit penyelidikan, dia menjanjikan akan mengawal kasus anak saya, dia bilang sudah 40 barang bukti sudah diamankan. Itu bahasanya,” ungkap Sukarmidi, mertua Nurhadi, Kamis (10/7/2025).
Baca Juga:
Di Balik Kematian Brigadir Nurhadi: Siapa Sebenarnya Perempuan Bernama Misri?
Menurut Sukarmidi, salah seorang anggota bahkan mengaku mendapat tekanan dari Mabes Polri untuk segera mengungkap kasus tersebut.
“Dia bilang sama saya, nanti supaya cepat selesai karena saya ada tekanan Mabes, ini bukan ranah keluarga, bukan ranah aparat, tapi ini ranah negara, jadi kalau Bapak mempersulit, Bapak kena, saya pun kena pidana,” kata Sukarmidi menirukan ucapannya.
Ia juga menyebut bahwa sang menantu sempat menceritakan tentang tugasnya menangani kasus kematian Rizkil Wathoni, seorang warga Lombok Utara yang bunuh diri setelah dijadikan tersangka pencurian HP di minimarket.
Peristiwa itu berbuntut pada aksi massa yang merusak Kantor Polsek Kayangan, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, pada Jumat (21/3/2025).
Diketahui, Nurhadi termasuk dalam tim yang ditugaskan menyelidiki peran oknum polisi dalam kasus tersebut.
Setelah kejadian itu, Kapolsek Kayangan Iptu Dwi Maulana Kurnia Amin dicopot dari jabatannya dan diperiksa.
“Anak saya sempat bercerita, dia ditugaskan untuk menangani kasus kematian warga KLU yang meninggal bunuh diri itu,” ucap Sukarmidi.
Menurutnya, tak ada tanda-tanda mencurigakan dari Nurhadi, mengingat tugasnya di Propam memang untuk menangani pelanggaran anggota. Meski demikian, ia sempat menitipkan pesan waspada.
“Saya ingatkan dia, Nak hati-hati, dari orang yang suka dan benci sama kita, lebih banyak orang yang benci,” ujarnya.
Tiga hari sebelum kematian, keluarga melihat perubahan perilaku Nurhadi. Ia menerima telepon lebih sering, keluar malam, dan pulang larut.
Puncaknya, ia pamit hendak menjemput tamu ke Gili Trawangan, yang ternyata menjadi kepergian terakhirnya.
Brigadir Nurhadi ditemukan meninggal dunia di kolam salah satu vila di Gili Trawangan pada 16 April 2025.
Hasil autopsi menunjukkan adanya tanda-tanda penganiayaan: patah tulang lidah akibat cekikan, luka memar akibat hantaman benda tumpul di kepala, serta air yang masuk ke dalam tubuh.
Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyatakan pihaknya masih mendalami siapa pelaku utama penganiayaan. Saat ini, ada tiga tersangka yang dijerat: Kompol Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Candra, dan M.
“Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” ujar Syarif, Rabu (9/7/2025).
Ketiganya dijerat Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, atau Pasal 359 tentang kelalaian, serta Pasal 55 KUHP.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]