WahanaNews.co | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan Rektor Universitas Udayana I Nyoman Gede Antara sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2020.
Diduga, aksi I Nyoman Gede Antara telah merugikan negara hingga Rp443 miliar.
Baca Juga:
Jika Terbukti Bersalah, BEM Unud Minta Rektor “Dimiskinkan”
Dalam pengusutan kasus tersebut, Kejati Bali tak menutup kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Kejati berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendapatkan dugaan transaksi janggal diduga TPPU.
Tetapi meski sudah berstatus tersangka, Rektor Unud tersebut tidak ditahan.
Terkait penetapan tersangka, Rektor Universitas Udayana (Unud) Bali Prof. I Nyoman Gde Antara buka suara. Dia menyebut akan tetap menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
Baca Juga:
Tersandung Kasus Korupsi, Rektor Universitas Udaya Prof Nyoman Gde Antara Jadi Tersangka
"Pada prinsipnya, kami Universitas Udayana menghormati proses hukum dan kewenangan penyidik. Saya pelajari dulu status saya," ucap Gde Antara usai keluar dari ruangan penyidik Pidana Khusus Kejati Bali, di Denpasar, Senin (13/3), dikutip dari Antara.
Rektor Unud tersebut menjalani pemeriksaan selama sembilan jam oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Gde Antara menghadiri panggilan penyidik Kejati Bali, Senin sekitar pukul 09.00 WITA dan keluar dari ruangan penyidik sekitar pukul 16.00 WITA.
Rektor kampus pelat merah itu datang memenuhi panggilan penyidik Kejati Bali dengan ditemani beberapa orang tim kuasa hukum. Dia mendatangi Kejati Bali untuk memberikan keterangan sebagai saksi untuk ketiga tersangka lainnya.
"Saya diberikan 48 pertanyaan dan sudah saya jawab semua untuk memberikan keterangan sebagai saksi untuk tiga staf kami," kata Gde Antara.
Dia mengatakan pungutan sumbangan pengembangan institusi di lingkungan Universitas Udayana telah berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang ada.
Menurutnya, penarikan SPI merupakan sesuatu yang sah, juga berlaku di beberapa Universitas Negeri di Indonesia yang telah diatur dalam peraturan menteri.
"Memang ada dan itu dilakukan oleh teman-teman perguruan tinggi negeri di Indonesia. Dan ada regulasi-nya, Permenristekdikti, kemudian PMK sebagai BLU," ujarnya.
Gde Antara juga mengatakan pungutan SPI di Universitas Udayana memiliki dasar hukum yang telah diatur dalam Surat Keputusan Rektor dan dirinya akan membuktikan dalam tahap selanjutnya.
Melansir CNN Indonesia, Gde Antara membantah dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dari seleksi mahasiswa jalur mandiri itu mengalir ke rekening milik tiga staf rektorat Unud yang kini statusnya sebagai tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Bali.
"Sebetulnya SPI dibikinkan sesuai regulasi, yang kedua sistem itu tidak menentukan kelulusan dan yang paling penting adalah tidak ada mengalir ke para pihak atau staf kami. Kami yakin ke staf kami tidak ada. Itu semuanya mengalir ke kas negara," bebernya.
Menurutnya, selama ini pungutan sumbangan pengembangan institusi di lingkungan Universitas Udayana sudah berjalan sesuai prosedur hukum, sehingga tidak ada alasan baginya untuk menghindari panggilan penyidik. [ast/eta]