WahanaNews.co, Jakarta - Lambannya penanganan dugaan korupsi proyek pembangunan saringan sampah rotari tahun anggaran 2021 di Suku Dinas Sumber Daya Air (Sudin SDA) Jakarta Utara, menjadi sorotan Badan Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Lembaga Aliansi Indonesia (BP2 Tipikor LAI).
Sekretaris BP2 Tipikor LAI Randika Puri menilai penyidik hanya janji semata. Sedangkan, Ketua Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Metro Jakarta Utara Aiptu Beben Lius mengatakan, pihaknya telah memanggil pihak Sudin SDA untuk diperiksa, namun tidak hadir tanpa pemberitahuan.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Motif Ivan Sugianto Paksa Siswa SMA Sujud-Menggongong
“Kami sudah menjadwalkan dan mengundang pihak Sudin SDA Jakut untuk tinjau lapangan kedua lokasi pembangunan saringan sampah rotary tersebut, Kamis kemarin, namun pihak Sudin SDA Jakut tidak hadir dan tanpa ada pemberitahuan. Namun kami tetap telah melakukan survei kedua lokasi saringan sampah rotari,” kata Beben Lius, kepada wartawan, Senin (13/02/2023).
BP2 Tipikor sebut Polres Jakarta Utara Lamban
Sementara itu, kepada wartawan Randika Puri menyampaikan kecewa pada lambannya penetapan tersangka atas laporan BP2 Tipikor LAI sejak Desember 2022 yang lalu. Pihaknya, mendesak Polres Metro Jakarta Utara serius menangani permasalahan ini.
Baca Juga:
Korupsi Suap Proyek Jalur Kereta, KPK Tetapkan Pejabat BPK Jadi Tersangka
“Kami sangat menunggu keseriusan Polri dalam hal ini Polres Metro Jakarta Utara dalam menangani dugaan korupsi pekerjaan saringan sampah rotary tersebut. Lambannya penetapan tersangka dan jangan sampai ada pihak yang mengintervensinya. Sebenarnya, sebelum proyek dilaksanakan, kami telh menghimbau Kasudin SDA Jakarta Utara Adrian Mara Maulana dan jajaran terkait untuk menghentikan pekerjaan tersebut. Namun lantaran adanya dugaan gratifikasi dari pihak pelaksana, pekerjaan terpaksa dilaksanakan,” jelas Puri.
Tak hanya itu, Puri menuding adanya dugaan persekongkolan panitia lelang unit lelang pengadaan (ULP), konsultan perencana, perusahaan pelaksana, pemilik saringan sampah rotari, panitia pelaksana kegiatan, dan konsultan pengawas.
Lanjut Puri, pelaksana juga diduga memalsukan pengalaman kerja demi mendapatkan pekerjaan tersebut. Selain itu, sebut Puri, biaya pembangunannya terlalu mahal yang mencapai sekira Rp12,4 miliar.