WahanaNews.co | Kuasa hukum keluarga Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak menyerahkan sepenuhnya terkait motif dugaan pembunuhan berencana kliennya, pada penyidik Bareskrim Polri.
Ia enggan berspekulasi terhadap peristiwa yang terjadi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo tersebut.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
"Itulah yang saat ini masih diselidiki apa latar belakangnya. Makanya kami datang untuk melakukan gelar sekaligus prarekonstruksi," kata Kamaruddin di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2022).
Terkait dugaan motif asmara, Kamaruddin lagi-lagi enggan berspekulasi. Dia justru mengibaratkan dirinya sewaktu muda.
"Soal asmara saya juga pernah muda seperti kalian. Saya tidak pernah menemui pacar saya menggunakan sajam (senjata tajam). Apalagi senjata api, tetapi saya memberikan kepada pacar saya bunga atau makanan yang enak-enak," ujarnya.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Dugaan Pembunuhan Berencana
Pihak keluarga sebelumnya semakin yakin kalau Brigadir J tewas dibunuh secara terencana. Keyakinan ini semakin kuat setelah mereka mengklaim menemukan bukti baru terkait adanya luka di leher Brigadir J yang diduga akibat jeratan tali atau kawat.
"Kami semakin mendapatkan bukti-bukti lain bahwa ternyata almarhum Brigadir J sebelum ditembak kami mendapatkan luka semacam lilitan dileher. Artinya ada dugaan bahwa alamrhum Brigadir J ini dijerat dari belakang," ungkap Kamaruddin.
Kamaruddin lantas menunjukkan foto diduga luka bekas jeratan tali di leher Brigadir J ke awak media. Dia menduga pelaku yang melakukan perbuatan tersebut lebih dari satu orang.
"Jadi, di dalam leher itu ada semacam goresan dari kanan ke kiri seperti ditatarik pake tali dari belakang dan meninggalkan luka dan memar," ucapnya.
"Oleh karenanya kami semakain yakin bahwa memang pelaku dugaan tindak pidana ini adalah terencana oleh orang-orang tertentu dan tidak mungkin satu orang. Karena ada yang berperan pegang pistol ada yang menjerat leher, ada yang menggunakan sajam (senjata tajam) dan sebagainya," imbuhnya.
Menurut Kamaruddin, jika Brigadir J tewas dalam peristiwa baku tembak dengan Bharada E sebagaimana yang dikatakan Polri, maka tidak mungkin menimbulkan luka memar, sayatan, rahang geser hingga jeratan di leher.
"Saya kira ini perkelahian satu lawan satu atau tembak menembak satu lawan satu maka tidak mungkin ada jerat tali di leher," bebernya.
Minta Autopsi Ulang
Atas keragu-raguan tersebut, keluarga Brigadir J mengajukan permohonan autopsi ulang kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Namun, autopsi ulang ini diminta dilakukan bukan oleh kedokteran forensik Polri.
Kamaruddin meminta Kapolri membentuk tim independen yang melibatkan kedokteran dari RSPAD, RS AL, RS AU, RSCM, dan rumah sakit swasta.
"Kami memohon supaya Bapak Kapolri memerintahkan jajarannya khususnya penyidik yang menangani perkara ini membentuk tim independen, yaitu melibatkan dokter dokter bukan lagi yang dahulu," tuturnya.
Kamaruddin menyebut permohonan ini disampaikan lantaran pihak keluarga meragukan hasil autopsi awal terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh kedokteran forensik Polri.
"Kenapa kami menolak autopsi yang lalu, karena autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena tembak menembak dan dari RS Polri tidak ada yang protes," katanya.
Sebelumnya, Mabes Polri mempersilakan keluarga Brigadir J mengajukan permohonan autopsi ulang atau ekshumasi. Mereka mengklaim hal ini sebagai bentuk transparansi.
"Apabila ingin mengajukakn ekshumasi, dari penyidik terbuka. Ini sesuai komitmen Bapak Kapolri bahwa proses penyidikan ini akan dilakukan seterbuka mungkin, setransparan mungkin, dan proses penyidikan harus memenuhi kaidah-kaidah scientific crime investigastion," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (19/7).
Dalam pelaksanaannya, kata Dedi, ekshumasi tersebut nantinya akan dilakukan oleh Kedokteran Forensik Polri selaku pihak yang berwenang. Namun, tetap melibatkan pihak eksternal yang juga memiliki kompetensi di bidang tersebut.
"Kedokteran Forensik Polri tentunya tidak boleh sendiri, kami juga menghire dari pihak luar, dalam rangka untuk apa? Untuk betul-betul hasilnya itu sahih dan bisa dipertanggung jawabkan dari sisi keilmuan dan dari semua metode sesuai dengan standar internasional," katanya.
"Ekshumasi mayat atau ekshumasi itu ada standar internasionalnya, dan itu akan diaudit karena itu sesuai standar kode etik dan profesi," imbuh Dedi. [qnt]