WahanaNews.co, Yogyakarta - Soal keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman untuk membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD angkat suara.
Mahfud tak menyampaikan komentarnya secara gamblang mengenai keputusan PTUN Jakarta ini. Eks Menko Polhukam RI yang juga mantan ketua MK itu cuma mengungkit pernyataan atau sikapnya yang pasrah terhadap kerusakan hukum di Indonesia.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
"Kalau urusan pengadilan yang oleh masyarakat dinilai agak aneh, kan jawaban saya sudah selesai sebenarnya, lakukan apa yang mau kau lakukan," kata Mahfud ditemui di UGM, Sleman, DIY, Rabu (14/8).
"Lakukan apa yang mau kau lakukan mumpung kamu masih bisa. Zaman itu akan berjalan tidak statis, nanti pada saatnya engkau tidak akan bisa melakukan apa-apa, tahu, itu aja," lanjutnya.
Sebelumnya, PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan hakim MK Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo.
Baca Juga:
Putusan PTUN yang Menangkan Anwar Usman Dinilai Pakar HTN Banyak Kelemahan
PTUN Jakarta menyatakan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 batal atau tidak sah. PTUN Jakarta pun mewajibkan MK mencabut surat keputusan tersebut.
PTUN juga mengabulkan permohonan Anwar untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula.
Namun, PTUN Jakarta tidak menerima permohonan Anwar untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.
Adapun Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara nomor 90. Putusan itu membuka pintu bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, maju sebagai calon wakil presiden meskipun usianya belum memenuhi syarat UU Pemilu.
Terbaru, delapan hakim MK sepakat mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta yang menyatakan menyatakan kepemimpinan Suhartoyo tidak sah itu.
Hal itu disepakati delapan Hakim Konstitusi melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang dilaksanakan pada Rabu (14/8) ini.
[Redaktur: Alpredo Gultom]